Masa Praaksara merupakan suatu masa di mana manusia dalam hal ini ialah manusia purba sebagai masyarakat yang menetap di suatu wilayah yang ada di Indonesia, masih belum mengenal tulisan . Berdasarkan hasil kebudayaannya, secara garis besar, Zaman Praaksara dibagi menjadi Zaman Batu dan Zaman Logam.
1. Zaman Batu
Berdasarkan cara memproses perkakas batu dan fungsi perakas batu yang mereka gunakan, zaman batu diperiodisasi lagi menjadi 4 zaman, yaitu sebagai berikut:
a. Zaman
Paleolitikum (Zaman Batu Tua)
b. Zaman
Mesolitikum (Zaman Batu Madya)
c. Zaman
Neolitikum (Zaman Batu Baru/Batu Muda)
d. Zaman
Megalitikum (Zaman Batu Besar)
a. Zaman
Batu Tua ( Palaeolithikum)
Zaman palaeolithikum berarti jaman batu
tua. Jaman ini ditandai dengan adanya perkakas yang terbuat dari batu yang
masih kasar, sederhana, dan sangat primitif.
Hasil kebudayaan Palaeolithikum banyak ditemukan di daerah Pacitan (Jawa
Timur) dan Ngandong (Jawa Timur). Untuk itu para arkeolog sepakat untuk
membedakan temuan benda-benda prasejarah di kedua tempat tersebut yaitu sebagai
kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.
1) Kebudayaan
Pacitan
Pacitan
merupakan nama salah satu kabupaten yang ada di Jawa Timur, berbatasan dengan
Jawa Tengah. Pada zaman purba, diperkirakan aliran Bengawan Solo mengalir ke
selatan dan bermuara di pantai Pacitan. Alat-alat batu yang berasal dari
Pacitan ini disebut dengan kapak genggam ( Chopper ) dan kapak
perimbas. Di Pacitan, juga ditemukan alat-alat yang berbentuk kecil, disebut dengan
serpih. Berbagai peninggalan tersebut diperkirakan digunakan oleh manusia purba
jenis Meganthropus. Perkakas batu yang ditemukan di daerah pacitan ini yaitu :
·
Kapak Genggam
Pada
tahun 1935, Von Koenigswald menemukan beberapa alat dari batu yang ada di
daerah Pacitan. Alat-alat ini bentuknya menyerupai kapak, akan tetapi tidak
bertangkai, sehingga menggunakan kapak tersebut dengan cara digenggam.
Merupakan peninggalan jaman Palaeolithikum yang ditemukan pertama kali oleh Von
Koenigswald tahun 1935 di Pacitan dan diberi nama dengan kapak genggam, karena
alat tersebut serupa dengan kapak, tetapi tidak bertangkai dan cara
mempergunakannya dengan cara menggenggam.
Kapak genggam terkenal juga dengan sebutan kapak perimbas, atau dalam
ilmu prasejarah disebut dengan chopper artinya alat penetak. Berdasarkan
penelitian yang intensif yang dilakukan sejak awal tahun 1990, dan diperkuat
dengan adanya penemuan terbaru tahun 2000 melalui hasil ekskavasi yang
dilakukan oleh tim peneliti Indonesia-Perancis diwilayah Pegunungan Seribu/Sewu
maka dapat dipastikan bahwa kapak genggam/Chopper dipergunakan oleh manusia
jenis Homo Erectus.
2) Kebudayaan
Ngandong
Ngandong
merupakan nama dari salah satu daerah yang terletak didekat Ngawi, Madiun, Jawa
Timur. Di daerah Ngandong dan Sidorejo ini banyak ditemukan alat-alat yang
berasal dari tulang serta alat-alat kapak genggam dari batu. Alat-alat dari
tulang tersebut ini diantaranya dibuat dari tulang binatang dan tanduk rusa.
Selain itu, juga ada alat-alat seperti ujung tombak yang bergerigi pada
sisisisinya. Berdasarkan penelitian, alat-alat tersebut merupakan hasil
kebudayaan dari Homo Soloensis dan Homo Wajakensis. Di dekat Sangiran, dekat
dengan Surakarta, ditemukan juga alat-alat yang berbentuk kecil, biasa disebut
dengan nama Flakes. Manusia purba telah memiliki nilai seni yang tinggi. Pada
beberapa flake, ada yang dibuat dari batu indah, seperti Chalcedon. Perkakas
yang ditemukan didaerah Ngandong ini, yaitu :
Alat
Alat Dari Tulang dan Tanduk
Di
sekitar daerah Ngandong dan Sidorejo dekat Ngawi, Madiun (Jawa Timur) ditemukan
kapak genggam dan alat-alat dari tulang dan tanduk. Alat-alat dari tulang
tersebut bentuknya ada yang seperti belati dan ujung tombak yang bergerigi pada
sisinya. Adapun fungsi dari alat-alat tersebut adalah untuk mengorek ubi dan
keladi dari dalam tanah, serta menangkap ikan.
Flakes
( Alat Serpih )
Selain alat-alat dari tulang yang termasuk kebudayaan Ngandong, juga ditemukan alat alat lain berupa alat alat kecil terbuat dari batu yang disebut dengan flakes atau alat serpih. Flakes selain terbuat dari batu biasa juga ada yang dibuat dari batu-batu indah berwarna seperti calsedon. Karena perkakas perkakas tersebut ditemukan di daerah Ngandong, dikenal secara umum dengan nama Kebudayaan Ngandong. Manusia pendukung kebudayaan ini adalah : Makhluk dari jenis Pithecanthropus erectus, pithecantropus robustus dan Meganthropus palaeojavanicus. Selanjutnya hidup berbagai jenis homo (manusia) diantaranya Homo soloensis dan Homo wajakensis.
b. Zaman
Batu Madya ( Mesolithikum )
Zaman
Mesolitikum diperkirakan berlangsung pada masa Holosen awal setelah jaman es
berakhir. Pendukung kebudayaannya ialah Homo Sapiens yang merupakan manusia
cerdas. Untuk penemuannya berupa fosil manusia purba, banyak ditemukan di
Sumatra Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Flores. Ciri kebudayaan Mesolithikum
tidak jauh berbeda dengan kebudayaan Palaeolithikum, tetapi pada masa
Mesolithikum manusia yang hidup pada zaman tersebut sudah ada yang menetap
sehingga kebudayaan Mesolithikum yang sangat menonjol dan sekaligus menjadi
ciri dari jaman ini yaitu kebudayaan Kjokkenmoddinger dan Abris sous Roche.
1. Kjokkenmoddinger
Kjokkenmoddinger
adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya dapur dan
modding artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah sampah
dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau tumpukan kulit
kerang dan siput yang mencapai ketinggian ± 7 meter dan sudah membatu/menjadi
fosil. Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur Sumatera yakni
antara Langsa dan Medan.
Dari
bekas-bekas penemuan tersebut menunjukkan bahwa manusia purba yang hidup pada
jaman ini sudah menetap. Tahun 1925 Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan
penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya banyak menemukan kapak genggam
yang ternyata berbeda dengan Chopper ( Kapak Genggam Jaman Palaeolithikum ) .Kapak genggam yang ditemukan di dalam
bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble atau kapak Sumatera (Sumatralith)
sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu di pulau Sumatera.
Kapak
Genggam Pebble ( Kapak Sumatera )
Kapak
Sumatra (Pebble) Bentuk kapak ini bulat, terbuat dari batu kali yang dibelah
dua. Kapak genggam jenis ini banyak ditemukan di Sepanjang Pantai Timur Pulau
Sumatera, antara Langsa (Aceh) dan Medan. Bentuk pebble dapat dikatakan sudah
agak sempurna dan buatannya agak halus. Bahan untuk membuat kapak tersebut
berasal dari batu kali yang dipecah-pecah. Selain pebble yang ditemukan dalam
Kjokkenmoddinger juga ditemukan sejenis kapak tetapi bentuknya pendek (setengah
lingkaran) yang disebut dengan Hache Courte atau kapak pendek. Kapak ini cara
penggunaannya dengan menggenggam. Di antara tumpukan sampah juga ditemukan batu
penggiling beserta dengan landasannya yang digunakan sebagai penghalus cat
merah. Cat itu diperkirakan digunakan dalam acara keagamaan atau dalam ilmu
sihir.
2. Abris
Sous Roche
Abris sous roche adalah
goa-goa yang yang dijadikan tempat tinggal manusia purba pada jaman Mesolithikum
dan berfungsi sebagai tempat perlindungan dari cuaca dan binatang buas , dugaan
ini muncul dari perkakas seperti ujung panah, flakes, batu penggilingan,
alat-alat dari tulang dan tanduk, yang tertinggal di dalam gua. Penyelidikan
pertama pada Abris Sous Roche dilakukan oleh Dr. Van Stein Callenfels tahun
1928-1931 di goa Lawa dekat Sampung Ponorogo Jawa Timur. Alat-alat yang
ditemukan pada goa tersebut antara lain alat-alat dari batu seperti ujung
panah, flakes, batu pipisan, kapak yang sudah diasah yang berasal dari jaman
Mesolithikum, serta alat-alat dari tulang dan tanduk rusa.
3) Sampung
Bone Culture
Di
antara alat-alat kehidupan yang ditemukan di dalam goa goa ternyata yang paling banyak adalah alat dari
tulang sehingga oleh para arkeolog menyebutnya sebagai Sampung Bone Culture/kebudayaan tulang dari
Sampung. Karena goa di Sampung tidak ditemukan Pebble ataupun kapak pendek yang
merupakan inti dari kebudayaan Mesolithikum. Selain di Sampung, Abris Sous
Roche juga ditemukan di daerah Besuki dan Bojonegoro Jawa Timur. Penelitian
terhadap goa di Besuki dan Bojonegoro ini dilakukan oleh Van Heekeren.
Kebudayaan Toala
Di
Sulawesi Selatan juga banyak ditemukan Abris Sous Roche terutama di daerah
Lomoncong yaitu goa Leang Patae yang di dalamnya ditemukan flakes, ujung mata
panah yang sisi-sisinya bergerigi dan pebble. Di goa tersebut didiami oleh suku
Toala, sehingga oleh tokoh peneliti Fritz Sarasin dan Paul Sarasin, suku Toala
yang sampai sekarang masih ada dianggap sebagai keturunan langsung penduduk Sulawesi
Selatan jaman prasejarah. Untuk itu kebudayaan Abris Sous Roche di Lomoncong
disebut kebudayaan Toala.
Dari
uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa jaman Mesolithikum sesungguhnya
memiliki 3 corak kebudayaan yang terdiri dari:
a. Kebudayaan
pebble/pebble culture di Sumatera Timur.
b. Kebudayaan
tulang/bone culture di Sampung Ponorogo.
c. Kebudayaan
flakes/flakes culture di Toala, Timor dan Rote.
Kecuali hasil-hasil kebudayaan, di dalam Kjokkenmoddinger
juga ditemukan fosil manusia yang berupa tulang belulang, pecahan tengkorak dan
gigi, meskipun tulangtulang tersebut tidak memberikan gambaran yang
utuh/lengkap, tetapi dari hasil penelitian memberikan kesimpulan bahwa manusia
yang hidup pada masa Mesolithikum adalah jenis Homo Sapiens.
Manusia pendukung kebudayaan jaman Mesolithikum adalah ras
bangsa Papua Melanosoide nenek moyang dari Suku Irian dan Melanosoid, Sakai,
Aeta, dan Aborigin Dengan adanya keberadaan manusia jenis Papua Melanosoide di
Indonesia sebagai pendukung kebudayaan Mesolithikum, maka para arkeolog
melakukan penelitian terhadap penyebaran pebble dan kapak pendek sampai ke
daerah teluk Tonkin Indocina daerah asal bangsa Papua Melanosoide. Dari hasil
penyelidikan tersebut, maka ditemukan pusat pebble dan kapak pendek berasal dari
pegunungan Bacson dan daerah Hoabinh, di Asia Tenggara. Maka kebudayaan Kapak
Genggam Pebble sering disebut juga Kebudayaan Bacson Hoabinh.
C. Zaman Batu muda ( Neolithikum )
Zaman
Neolitikum merupakan perkembangan jaman dari kebudayaan batu madya. Alat-alat
yang terbuat dari batu yang telah mereka hasilkan lebih sempurna dan lebih
halus disesuaikan dengan fungsinya. Hasil kebudayaan yang terkenal di jaman
Neolitikum adalah jenis kapak persegi dan kapak lonjong. Fase atau tingkat
kebudayaan pada jaman prasejarah yang memiliki ciri-ciri berupa unsur-unsur
kebudayaan, seperti peralatan yang berasal dari batu yang sudah diasah,
pertanian menetap, peternakan, serta pembuatan tembikar, juga merupakan salah
satu pengertian dari jaman Neolitikum. Hasil hasil kebudayaan utama dari masa
ini antara lain
1) Kapak
persegi
Nama
kapak persegi diberikan oleh Van Heine Heldern atas dasar penampang lintangnya
yang berbentuk persegi panjang atau trapesium. Penampang kapak persegi
berbentuk persegi panjang atau berbentuk juga trapezium tersedia dalam berbagai
ukuran . Kapak persegi yang besar sering disebut dengan nama beliung atau
cangkul. Sementara itu, yang berukuran kecil disebut dengan trah (tatah) yang
digunakan untuk mengerjakan kayu. Alat-alat tersebut, terutama beliung, sudah
diberi dengan tangkai. Daerah persebaran dari kapak persegi ini merupakan
daerah Indonesia yang berada di bagian barat, misalnya di daerah Sumatera,
Jawa, dan Bali.
2) Kapak
Batu Chalcedon
Bahan
untuk membuat kapak tersebut selain dari batu biasa, juga dibuat dari batu
api/chalcedon. Kemungkinan besar kapak yang terbuat dari calsedon hanya
dipergunakan sebagai alat upacara keagamaan, ajimat atau tanda kebesaran.
Manusia pendukung pada jaman ini adalah Austronesia (austria), Austro-Asia
(khamerindocina).
3)
Kapak Lonjong
Terbuat
dari batu yang berbentuk lonjong serta sudah diasah secara halus dan diberi
tangkai. Fungsi dari alat ini diperkirakan sebagai kegiatan dalam menebang
pohon. Daerah persebaran dari kapak lonjong ini umunya di daerah Indonesia yang
terletak di bagian timur, misalnya di daerah Irian, Seram, Tanimbar, dan
Minahasa. Sebagian besar kapak lonjong dibuat dari batu kali, dan warnanya
kehitamhitaman. Bentuk keseluruhan dari kapak tersebut adalah bulat telur
dengan ujungnya yang lancip menjadi tempat tangkainya, sedangkan ujung lainnya
diasah hingga tajam. Untuk itu bentuk keseluruhan permukaan kapak lonjong sudah
diasah halus. Ukuran yang dimiliki kapak lonjong yang besar lazim disebut
dengan Walzenbeil dan yang kecil disebut dengan Kleinbeil, sedangkan fungsi
kapak lonjong sama dengan kapak persegi. Daerah penyebaran kapak lonjong adalah
Minahasa, Gerong, Seram, Leti, Tanimbar dan Irian. Dari Irian kapak lonjong
tersebar meluas sampai di Kepulauan Melanesia, sehingga para arkeolog
menyebutkan istilah lain dari kapak lonjong dengan sebutan Neolithikum Papua.
Pada jaman Neolithikum selain berkembang kapak
persegi dan kapak lonjong juga terdapat barang-barang yang lain seperti
perhiasan, gerabah dan pakaian. Perhiasan yang banyak ditemukan umumnya terbuat
dari batu, baik batu biasa maupun batu berwarna/batu permata atau juga terbuat
dari kulit kerang . Pakaian yang dikenal oleh masyarakat pada jaman Neolithikum
dapat diketahui melalui suatu kesimpulan penemuan alat pemukul kayu di daerah
Kalimantan dan Sulawesi Selatan,
kesimpulan tersebut diperkuat dengan adanya pakaian suku dayak dan suku
Toraja, yang terbuat dari kulit kayu.
D. Zaman
Megalithikum ( Batu Besar )
Berdasarkann bahasa
Yunani, kata Megalitikum dapat dibagi menjadi kata "Mega" yang
berarti besar dan "Lithos" yang berarti batu. Perkembangan jaman batu
besar atau jaman Megalitikum diperkirakan sudah ada sejak jaman batu muda
hingga jaman logam. Kebudayaan Megalitikum merupakan jaman dimana alat yang
dihasilkan berupa bangunan batu besar,
pada umumnya diperuntukan bagi tempat beribadah pada arwah nenek moyang dalam system
kepercayaan
Animisme dan Dinamisme .Kebudayaan ini merupakan kelanjutan dari jaman
Neolitikum karena dibawa oleh bangsa Deutero Melayu yang dating di Nusantara.
Kebudayaan ini berkembang bersama dengan kebudayaan logam di Indonesia, yakni
kebudayaan Dongson. Bentuk peninggalan
peninggalan jaman Megalitikum tersebut terbuat dari batu besar yang pembentukannya
sesuai dengan kepentingan upacara tertentu. Maka dari itu hasil kebudayaan
jaman Megalitikum memiliki maknanya masing masing. Berikut beberapa hasil
budaya pada jaman batu besar yaitu diantaranya:
1) Menhir
Menhir
merupakan tugu atau tiang yang berasal dari batu dan dibangun sebagai lambang
atau tanda peringatan kepada arwah nenek moyang. Selain itu Menhir juga
digunakan untuk mengikat binatang korban persebahan untuk arwah nenek moyang .
Untuk itu menhir diletakkan pada tempat tertentu dan dijadikan sebagai benda
pemujaan. Hasil budaya jaman batu besar seperti menhir ini berfungsi untuk
sarana pemujaan kepada arwah para nenek moyang, serta tempat penampung roh roh
yang datang dan tempat memperingati kepala suku atau seseorang yang sudah
meninggal. daerah penemuannya di Sumatera Selatan dan Kalimantan.
2) Dolmen
Dolmen
merupakan meja batu besar yang memiliki permukaan rata. Kegunaan dolmen ialah
untuk tempat meletakkan roh, tempat duduk ketua suku agar memperoleh
berkat
magis para leluhur dan tempat meletakkan sesaji. Hasil kebudayaan jaman
Megalitikum ini memiliki alas yang berbentuk lempengan batu besar dengan
permukaan datar, kemudian diberikan empat batu panjang sebagai penyangganya.
3)
Punden Berundak Undak
Merupakan
bangunan bertingkat dengan tanjakan kecil sebagai tempat memuja roh para nenek
moyang. Masing masing tingkat pundek berundak biasanya dibuat menhir. Hasil
kebudayaan jaman Megalitikum ini bernama pundek berundak karena bangunannya
berbentuk tumpukan batu bertingkat yang menyerupai anak tangga serta paling
atas atau bagian tertinggi digunakan sebagai tempat paling suci. Punden berundak biasanya didirikan di daerah
dataran rendah yang tidak berpegunungan maka mereka membuat bangunan tinggi
semacam gunung yang dipuncaknya bersamayam arwah nenek moyang sesuai
kepercayaan Animisme. Pada perkembangannya Punden Berundak digunakan sebagai
dasar pembuatan keraton, candi dan sebagainya.
4) Kubur
Peti Batu
5. Waruga
Merupakan kubur batu yang bentuknya bulat atau kubus dengan tutup menyerupai atap rumah. Waruga memiliki fungsi dan bentuk yang hampir sama dengan sarkofagus. Namun posisi mayat ditempatkan dalam keadaan jongkok terlipat. Hasil kebudayaan zaman Megalitikum seperti waruga ini penemuannya berada di daerah Minahasa.
6) Sarkofagus
Merupakan
peti jenazah yang bentuknya menyerupai lesung, namun memiliki tutup dibagian
atasnya. Sarkofagus dibuat menyerupai lesung batu namun bentuknya keranda.
Hasil kebudayaan pada jaman batu besar ini ditemukan di daerah Bali.
7)
Patung atau Arca
Hasil kebudayaan jaman batu besar selanjutnya ialah patung
atau arca. Patung atau arca merupakan bangunan berbentuk manusia atau binatang
yang terbuat dari batu sebagai simbol pemujaan dan lambang nenek moyang. Bentuk
peninggalan zaman Megalitikum tersebut penemuannya terdapat di daerah
pegunungan wilayah Bengkulu dengan Palembang atau lebih tepatnya di Dataran
Tinggi Pasemah.
Van Heine Geldern dan Dr. Van der Hoop adalah orang orang
yang melakukan penyelidikan di daerah Pasemah. Di Indonesia, kebudayaan
megalitikum berdasarkan pendapat Van Heine Geldern dapat dibagi menjadi dua
golongan/penyebaran seperti:
1) Megalitikum
tua yang penyebarannya pada jaman Neolotikum di Indonesia tahun 2500 - 1500 SM.
Hasil kebudayaan jaman megalitikum tua dapat berupa punden berundak, arca
statis dan menhir. Hasil kebudayaan pada jaman batu besar ini dipengaruhi oleh
kebudayaan kapak persegi.
2) Megalitikum
muda yang penyebarannya pada jaman Perunggu di Indonesia tahun 1000 - 100 SM.
Hasil kebudayaan jaman batu besar ini dapat berupa arca, kubur peti batu,
waruga, sarkofagus dan dolmen. Hasil kebudayaan pada jaman Megalitikum ini
dipengaruhi oleh kebudayaan Dongson atau kebudayaan Deutro Melayu.
2. Zaman
logam ( Zaman Perundagian )
Secara harafiah, perundagian berasal dari kata
undagi yang berarti seseorang yang ahli dalam
melakukan
pekerjaan tertentu. Pada masa ini, kehidupan masyarakat boleh dibilang telah
berada di tahap yang lebih maju, lantaran sudah memiliki keterampilan untuk
membuat alat-alat dari bahan perunggu. Adapun alat-alat tersebut nantinya
digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Baik untuk bertani, berburu
ataupun melakukan upacara tertentu.
Hasil budaya pada jaman logam diperoleh dari pengaruh
kebudayaan Dongson Vietnam sehingga mereka dapat memperoleh kepandaian dalam
mengolah logam tersebut. Meskipun pada masa ini telah terdapat hasil kebudayaan
jaman logam seperti alat alat dari logam, namun untuk keperluan sehari hari
mereka tetap menggunakan gerabah maupun alat alat batu lainnya.
Pada jaman Logam orang sudah membuat alat-alat dari logam
selain alat-alat dari batu. Orang sudah mengenal teknik melebur logam dan
mencetaknya menjadi peralatan. Teknik pembuatan alat logam ada dua macam, yaitu
dengan cetakan batu yang disebut bivalve dan dengan cetakan tanah liat dan
lilin yang disebut a cire perdue. Kelebihan teknik bivalve dari a cire perdue
adalah dapat digunakan berkali kali.
Zaman logam terbagi lagi menjadi 3 : jaman besi, tembaga,
dan perunggu. Indonesia hanya mengalami jaman perunggu dan jaman besi. Pada
jaman ini, manusia mengalami masa perundagian, karena manusia sudah banyak yang
menghasilkan berbagai kerajinan tangan, yang terbuat dari logam. Manusia sudah
mengenal teknik melebur logam, mencetaknya menjadi alat yang diinginkan. Teknik
pembuatan alat logam ada dua macam, yaitu dengan cetakan batu yang disebut
bivalve dan dengan cetakan tanah liat dan lilin yang disebut a cire perdue.
a. Zaman
Perunggu
Perunggu adalah jenis logam yang berasal dari campuran
tembaga dengan timah putih. Pada jaman perunggu ini, masyarakatnya dapat
menciptakan dua macam benda seperti benda untuk kepentingan upacara keagamaan
dan untuk keperluan sehari hari. Adapun hasil kebudayaan pada jaman logam ini
yaitu diantaranya:
1) Nekara
Perunggu
Adalah
benda semacam genderang besar dengan pinggang pada bagian tengahnya dan bagian
atas tertutup serta pembuatannya berasal dari perunggu. Fungsi dari nekara
adalah untuk simbol status sosial dan sarana upacara, baik upacara kematian
ataupun kesuburan. Selain itu nekara juga berfungsi untuk memanggil hujan dan
memanggil roh leluhur agar turun kedunia memberikan berkatnya. Hal ini terlihat
dalam beberapa nekara yang memiliki hiasan tertentu.
2)
Kapak Corong atau Kapak Sepatu
Kapak corong memiliki bagian tanggkai menyerupai corong dan
bagian tajamnya menyerupai kapak batu. Bagian corong berguna untuk tempat
pemasangan tangkai kayu yang menyiku menyerupai bentuk kaki. Maka dari itu
kapak corong dapat dinamakan dengan kapak sepatu. Hasil kebudayaan pada jaman
logam seperti kapak corong ini memiliki ukuran dan bentuk yang beraneka ragam.
Ada yang memiliki bagian tajam melengkung panjang (candrasa) maupun lurus.
Kemudian bagian tangkainya ada yang terbelah dua menyerupai ekor burung pada
layang layang, ada yang lurus maupun melengkung. Fungsi kapak corong pada jaman
perunggu ialah untuk mencangkul. Sedangkan kegunaan kapak corong kecil ialah
untuk mengerjakan kayu. Adapula kapak corong dengan bagian tajam melengkung
panjang yang berguna untuk tanda kebesaran kepala suku ataupun untuk
upacara. Hasil budaya pada jaman logam
seperti kapak corong ini biasanya dihiasi dengan beberapa pola hiasan jika
digunakan untuk upacara. Penemuan kapak corong tersebut berada di Kepulauan
Selayar, Sumatra Selatan, dekat Danau Sentani Papua, Jawa Bali, dan Sulawesi
Tengah.
2) Bejana
Perunggu
Merupakan hasil kebudayaan jaman logam pada masa perunggu.
Bejana perunggu ialah benda yang bentuknya menyerupai gitar Spanyol namun tidak
memiliki tangkai. Bejana perunggu ini mempunyai pola hiasan yang menyerupai
huruf J dan hiasan anyaman. Para ahli di Indonesia menemukan bejana perunggu di
daerah Sumatra dan Madura. Penemuan hasil kebudayaan pada jaman logam seperti
bejana ini berada di daerah Pnom Penh, Kamboja.
Hasil peninggalan jaman perunggu ini menjadi bukti bahwa
kebudayaan logam di Indonesia tergolong dalam satu kebudayaan logam Asia yang
pusatnya terdapat di Dongson. Maka dari itu di Indonesia terdapat kebudayaan
jaman perunggu yang disebut dengan kebudayaan Dongson. Kebudayaaan jaman
perunggu merupakan hasil asimilasi dari antara masyarakat asli Indonesia (
proto melayu ) dengan bangsa mongoloid sehingga membentuk ras deutro melayu ( melayu muda ).
B. Zaman
Besi
Pada zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya
untuk dituang menjadi alat-alat yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih
sulit dari teknik peleburan tembaga maupun perunggu sebab melebur besi
membutuhkan panas yang sangat tinggi, yaitu ±3500 °C. Alat besi yang banyak
ditemukan di Indonesia berupa alat keperluan sehari – hari seperti pisau,
sabit, mata kapak, pedang, dan mata tombak. Pembuatan alat besi memerlukan
tehnik khusus yang mungkin hanya dimiliki oleh sebagian anggota masyarakat, Yakni
golongan undagi.
Alat-alat besi yang dihasilkan antara lain: Mata Kapak
bertungkai kayu, Mata Pisau, Mata Sabit, Mata Pedang, Cangkul. Alat-alat
tersebut ditemukan di Gunung Kidul (Yogyakarta), Bogor (Jawa Barat), Besuki dan
Punung (Jawa Timur).
Tekhnik
Pembuatan Hasil Kebudayaan Zaman Logam
Hasil kebudayaan zaman logam dapat berupa barang barang
perunggu yang pebuatannya menggunakan teknik cetak tuang (teknik a cire perdue)
dan teknik dua setangkup (teknik bivalve). Adapun penjelasan mengenai masing
masing teknik pembuatan barang dari logam yaitu sebagai berikut:
1. Teknik
Cetak Tuang (Teknik a Cire Perdue)
Teknik
pembuatan hasil kebudayaan pada jaman logam yang pertama ialah teknik cetak
tuang atau teknik a cire perdue. Adapun langkah langkah pembuatan benda logam
menggunakan teknik tersebut yaitu meliputi:
a) Langkah
pertama ialah membuat model logam menggunakan lilin dan bahan dasar sesuai
keinginan.
b) Lapisi
model lilin menggunakan tanah liat. Setelah tanah liat mengeras kemudian dipanaskan
dengan api sehingga dapat mencairkan lilin melalui lubang bawah dibagian
modelnya.
c) Bagian
atas model telah dipersiapkan lubang untuk memasukkan cairan logam. Lalu tunggu
sampai dingin cairan logamnya.
d) Kemudian
pecahkan model tanah liat setelah logam cairnya dingin. Benda logam yang
diinginkan akhirnya telah jadi.
Teknik
pembuatan hasil budaya pada jaman logam ini memiliki kelebihan dan
kekurangannya. Adapun kelebihan teknik cetak tuang yaitu detail dari benda yang
diinginkan menjadi lebih sempurna. Sedangkan kekurangan teknik a cire perdue
ialah hanya dapat menggunakan cetakan modelnya sekali saja.
2. Teknik
Dua Setangkup atau Teknik Bivalve
Teknik
pembuatan hasil kebudayaan jaman logam selanjutnya ialah teknik dua setangkup
atau teknik bivalve. Adapun langkah- langkah pembuatan benda logam menggunakan
teknik tersebut yaitu meliputi:
a) Langkah
pertama membuat cetakan model dengan model yang ditangkupkan.
b) Setelah
itu logam cair dituangkan dalam cetakan tadi.
c) Lalu
saling ditangkupkan kedua cetakan tersebut.
d) Tunggu
sampai logam dingin sehingga dapat dibuka cetakannya.
e) Benda
logam yang dibuat telah jadi.
Teknik
pembuatan hasil kebudayaan pada jaman logam ini memiliki kelebihan dan
kekurangannya. Adapun kelebihan teknik dua setangkup yaitu dapat menggunakan
cetakannya berulang kali. Sedangkan kekurangan teknik bivalve ialah benda logam
yang telah jadi terdapat rongga di dalamnya sehingga bendanya tidak terlalu
kuat.
PERKEMBANGAN
KEHIDUPAN MASYARAKAT PRA-AKSARA BERDASARKAN CORAK KEHIDUPANNYA
Tahukah kalian bagaimana masyarakat praaksara
mempertahankan kehidupannya ? Berdasarkan hasil penelitian berupa fosil dan
artefak diperkirakan manusia praaksara awal mengembangkan pola kehidupan
berburu dan meramu, kemudian berlanjut mereka mulai pandai bercocok tanam. Yang
mengalami peningkatan mulai dari berkebun, berladang ( berhuma ) sampai
akhirnya mereka memiliki kepandaian bertani
( bersawah ).
Masa Pra aksara adalah masa dimana belum ditemukannya
tulisan. Berdasarkan corak kehidupan masyarakat pra-akasara dibagi menjadi masa
hidup berburu dan mengumpulkan makanan, masa bercocok tanam dan beternak, serta
masa perundagian atau masa kemahiran teknik.
Corak kehidupan berlangsung dari yang paling sederhana hingga pembuatan
alatalat dari logam yang membutuhkan keahlian khusus. Dari awalnya hidup
berpindahpindah hingga menetap dengan membuat rumah. Dari yang awalnya hidup
dengan cara mengumpulkan makanan hingga menghasilkan makanan sendiri. Masa
berburu dan mengumpulkan makanan, kadang juga digunakan istilah meramu makanan,
adalah corak kehidupan dasar dari masyarakat pra-aksara. Kehidupan sangat
sederhana, tergantug pada alam. Manusia purba berpindah-pindah atau nomaden
dari satu tempat ke tempat yang lain untuk mendapatkan makanan (food
gathering). Bagaimana… apakah kalian penasaran ingin mengetahui bagaimana
perkembangan kehidupan nenek moyang kita dimasa praaksara. ? Silahkan simak
penjelasan berikut ini .
1. Corak
Kehidupan Manusia Purba Pada Masa Berburu dan Meramu
Masa berburu dan meramu disebut juga dengan masa
mengumpulkan makanan (food gathering). Masa berburu dan meramu adalah masa
ketika manusia purba untuk mendapatkan makanan dengan cara berburu dan
mengumpulkan makanan yang tersedia dari alam. Manusia purba pada masa ini mempunyai
ketergantungan yang besar terhadap Apa yang disediakan oleh alam.
Pada umumnya manusia purba pada masa berburu manusia purba
yang tinggal di hutan biasanya berburu binatang antara lain kerbau liar, rusa,
gajah , banteng , badak. Sedangkan manusia purba yang hidup di sekitar pantai
mereka menangkap ikan dan kerrang. Kegiatan berburu umumnya dilakukan oleh kaum
laki-laki, tugas wanita adalah mengumpulkan makanan yang tersedia di alam
sekitar seperti ubi, buah-buahan, daundaunan dan kacang kedelai. Masa berburu
dan meramu diperkirakan berlangsung pada jaman batu tua ( Palaeolithikum ). Pada
saat itu perkakas mereka masih terbuat dari batu yang masih utuh dan belum
diproses sehingga belum dapat digunakan untuk bercocok tanam. Berdasarkan pola kehidupannya , maka corak
kehidupan masa berburu dan meramu dibagi menjadi 2 tahapan yaitu :
a. Masa
Berburu dan Meramu Tingkat awal
Pada Masa berburu dan meramu tingkat awal
ini lingkungan sekitar manusia purba masih liar, banyak gunung berapi yang
masih aktif dan kerap Meletus, keadaan bumi pun masih belum stabil seperti
sekarang. Manusia purba yang hidup pada masa ini adalah dari Jenis
Phitecanthropus dan Homo Wajakensis
1) Pola
Kehidupan Ekonomi dan Pola Hunian
Perkakas yang dipakai oleh masyarakat pada
masa berburu dan meramu tingkat awal adalah terbuat dari batu yang masih utuh
belum diproses , oleh sebab itu belum
bisa digunakan untuk bercocok tanam. Alat-alat tersebut digunakan untuk
memotong daging dan tulang binatang buruan, salah contoh alat itu adalah kapak
perimbas. Kapak perimbas adalah sejenis kapak yang terbuat dari batu dan tidak
mempunyai tangkai, perkakas ini belum dapat digunakan untuk bercocoktanam.
sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mereka mengumpulkan bahan makanan
dari alam dan mengolahnya ( Food gathering ), maka dapat dikatakan kehidupan
mereka sangat bergantung pada alam, jika bahan makan di daerah sekitar mereka
habis maka mereka akan pindah ke daerah lain yang masih banyak tersedia bahan
makanan baik tumbuhan yang bisa mereka petik maupun hewan yang bisa mereka
buru. Kondisi tersebut mendorong mereka untuk melakukan pola kehidupan
berpindah ( Nomaden ).
2) Sistem
Kemasyarakatan Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan
Masyarakatnya hidup berkelompok-kelompok
dalam jumlah yang kecil. Tetapi hubungan antara kelompoknya sudah erat karena
mereka harus bersama-sama menghadapi kondisi alam yang berat, sehingga sistem
kemasyarakatan yang muncul pada masa tersebut sangat sederhana. Sekitar 90
persen waktu dihabiskan untuk mencari makan. Manusia tinggal dalam kelompok
kecil, sekitar 10-15 orang. Hidup berkelompok dan berbagi makanan menguatkan
hubungan antarmanusia dan membuat bertahan hidup lebih mudah. Lakilaki bertugas
berburu. Sementara perempuan bertugas mengolah makanan, mengurus anak, dan
mengajari anak cara meramu makanan
3) Ciri-ciri
kehidupan pada masa berburu dan meramu tingkat awal
antara lain:
1) Manusia
pada masa ini hidup secara nomaden (tempat tinggal berpindahpindah).
2) Kebutuhan
untuk hidup sangat bergantung pada alam.
3) Alat-alat
bantu yang digunakan dibuat dari batu yang masih kasar.
4) Meraka
belum mengenal bercocok tanam.
Apakah
kalian tahu kenapa manusia purba hidup secara berpindah-pindah (nomaden)?
Ada dua hal yang mempengaruhinya yaitu :
1) Pergantian
musim, pada saat musim kemarau menyebabkan hewan buruan yang merupakan sumber
makanan manusia purba berpindah tempat untuk mencari sumber air yang lebih baik
2) Umbi-umbian
dan binatang buruan di sekitar mulai berkurang
b. Masa
Berburu dan Meramu Tingkat Lanjut
Pada
masa berburu dan meramu tingkat lanjut ini kehidupan manusia prasejarah sedikit
lebih maju daripada masa sebelumnya , namun kehidupan mereka masih tergantung
kepada alam. Beberapa contoh alat yang digunakan pada masa ini antara lain
kapak perimbas, alat serpih ( flakes )
dan alat alat dari tulang dan tanduk rusa.
Masa
berburu dan meramu tingkat lanjut ini diperkirakan berlangsung pada masa
Messolithikum , yang ditandai dengan terjadinya perubahan tradisi yang semula mengumpulkan
makan ( food gathering ) menuju menghasilkan sendiri bahan makanannya ( food Producing ), namun belum
sepenuhnya mereka dapat memenuhi seluruh kebutuhan makanan mereka karena
perkakas mereka yaitu Kapak Genggam Pebble hanya bisa digunakan untuk
menggembur gemburkan tanah denagnbercocok tanam dengan cara berkebun.
Pada masa Messolithikum
perkakas mereka masih terbuat dari batu yang diproses sederhana yaitu dengan
membelahnya menjadi dua bagian yang memiliki sisi sisi yang tajam sehingga
sudah dapat digunakan untuk bercocok tanam secara terbatas yaitu dengan
berkebun.
1) Pola
kehidupan Ekonomi dan Pola Hunian
Masarakat pada masa berburu dan meramu tingkat lanjut sudah
bercocoktanam sederhana dengan cara berkebun. Dari hasil kebun ini mereka dapat
memenuhi sebagian kebutuhan makanannya ,
ditambah dengan mereka juga harus memenuhi sebagian lagi kebutuhan makanan
mereka dari berburu dan meramu. Sehingga karena mereka sudah berkebun maka
tentu mereka harus menunggui hasil kebunnya , hal ini mendorong mereka untuk
menjalankan pola kehidupan menetap sementara ( semi sedenter ). Pola bermukim
mereka mulai berubah dari nomaden menjadi semisedenter karena ketika masyarakat
berburu dan meramu tingkat lanjut telah mampu mengumpulkan makanan dalam jumlah
yang cukup banyak dari hasil berkebunnya , mereka mulai lebih lama mendiami
suatu tempat. Namun karena mereka masih harus memenuhi sebagian kebutuhan
makanan mereka dari berburu, maka jika bahan makan di alam sekitar mereka sudah
habis , mereka akan berpindah tempat ( nomaden ), kemudian menetap lagi untuk
beberapa waktu.
Kemudian pengetahuan mereka berkembang untuk menyimpan dan
mengawetkan makanan. Daging binatang buruan diawetkan dengan cara dijemur
setelah terlebih dahulu diberi ramuan. Mereka bertempat tinggal di gua-gua
(abris sous roche). Mereka memilih gua yang letaknya cukup tinggi di
lereng-lereng bukit untuk melindungi diri dari iklim dan binatang buas. Gambar
: Goa Liang Bua, bekas tempat tinggal masyarakat pada masa Berburu dan Meramu
tingkat lanjut Dengan demikian maka dapat dikatakan masa kehidupan berburu dan
meramu tingkat lanjut di jaman Messolithikum ini sering disebut sebagai masa
peralihan dalam kehidupan manusia praaksara yaitu peralihan dari food gathering
menuju food producing .
2) Sistem
Kemasyarakatan
Masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut telah mengenal
pembagian kerja. Kegiatan berburu banyak dilakukan oleh kaum laki-laki. Kaum
wanita yang tidak banyak terlibat dalam kegiatan perburuan, lebih banyak di
sekitar gua-gua tempat tinggal mereka.
3)
Sitem Kepercayaan
Pada masyarakat berburu dan meramu diduga telah muncul
kepercayaan. Buktinya adalah dengan ditemukannya bukti-bukti tentang penguburan
yang ditemukan di Gua Lawa, Sampung, Ponorogo, Jawa Timur;Gua Sodong, Besuki,
Jawa Timur; dan Bukit Kerang, Aceh Tamiang, Nangroe Aceh Darussalam. Dari
mayat-mayat yang dikuburkan tersebut ada yang ditaburi dengan cat merah.
Diperkirakan cat tersebut berhubungan dengan upacara penguburan yang maksudnya
adalah untuk membuktikan kehidupan baru di alam baka. Di dinding-dinding Gua
Leang Pattae, Sulawesi Selatan ditemukan lukisan cap-cap tangan dengan latar
belakang cat merah. Menurut para ahli hal tersebut mungkin mengandung arti
kekuatan atau simbol kekuatan pelindung untuk mencegah roh-roh jahat. Ada
beberapa gambar jari yang tidak lengkap. Gambar tersebut dianggap sebagai tanda
adat berkabung.
Ciri-ciri
kehidupan pada masa berburu dan meramu tingkat lanjut antara lain :
1. Manusia
purba yang tinggal dekat dengan pantai mencari makanan di laut yang kemudian
meninggalkan sampah dapur bekas sisa sisa makanan atau disebut juga
Kjokenmoddinger.
2. Sudah
mulai mengenal bercocok tanam namun masih sederhana (berpindahpindah tergantung
kesuburan tanah)
3. Pada
masa ini manusia prasejarah hidup secara berkelompok menempati guagua secara
semi-sedenter (tinggal cukup lama di suatu tempat). Gua-gua yang dihuni umumnya
pada bagian atasnya dilindungi karang atau disebut juga Abris Sous Roche.
4. Pembagian
tugas yaitu pria bertugas berburu dan wanita bertugas bercocok tanam.
2. Corak Kehidupan Manusia Purba Pada Masa
Bercocok Tanam
a.
Masa Bercocok Tanam Tingkat Awal
Mari
kita simak kehidupan nenek moyang kita selanjutnya.
1.
Pola Kehidupan Ekonomi dan Pola Hunian
Selain bercocok tanam manusia purba juga memenuhi kebutuhan
hidupnya dari beternak hewan hewan yang dulu mereka buru, sekarang mereka
ternakan. Masa bercocok tanam ini
diperkirakan berlangsung sejak Jaman Neolithikum. Pendukung kebudayaan
kehidupan pada jaman ini adalah sudah dari jenis homo sapiens ( makhluk cerdas
) yang berasal dari rumpun Melayu.
Pada Zaman ini terjadi perubahan besar dalam pola kehidupan
masyarakat purba, yaitu perubahan dalam cara mereka memenuhi kebutuhan hidupnya
dari berburu dan mengumpulkan makan ( food gathering ) menjadi menghasilkan bahan makanan ( food
producing ) dan perubahan dalam pola huniannya dari berpindah pidah tempat (
nomaden ) menjadi menetap ( sedenter ) .
Perubahan tersebut dipengaruhi oleh perkakas yang mereka
miliki saat itu yaitu Kapak Persegi dan Kapak Lonjong yang dihasilkan dari proses mengasah batu yang mereka gunakan
sebagai perkakas karena mereka sudah memiliki kepandaian mengasah ( mengupam ). Dengan diasah maka perkakas mereka sudah
lebih tajam dari perkakas sebelumnya sehingga sudah bisa digunakan untuk
menggali tanah untuk berladang.
Selain berladang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mereka
juga mengembangkan kegiatan berternak. Hewan hewan yang dulu mereka buru pada
saat ini telah mereka ternakan.
Pola kehidupan berladang dan berternak yang dikembangkan
oleh masyarakat pada masa ini mempengaruhi pola hunian mereka. Cara bercocok
tanam dengan berladang tentu membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bisa
dipanen , sehingga hal ini mendorong mereka untuk memulai pola kehidupan
menetap. Apalagi selain sudah bercocok tanam mereka juga sudah berternak
sehingga bisa kalian bayangkan tentu tidak mungkin mereka berpindah pindah
membawa hewan ternaknya.
Pada masa bercocok
tanam , hutan belukar dimanfaatkan untuk dijadikan ladang dengan menanam
tanaman seperti padi, sukun, nangka, jagung, pisang dan lain dengan cara cara
tradsisional, sehingga lama kelamaan tanah disekitar tidak subur dan tidak dapat ditanami lagi sehingga
mengharuskan mereka berpindah mencari tanah lain yang lebih subur , sistem
bercocok tanam seperti ini sering disebut Sistem ladang berpindah ( berhuma ).
Kegiatan seperti ini masih sering dijumpai di Indonesia seperti di pedalaman
Papua dan Kalimantan
3) Sistem
Kemasyarakatan
Kehidupan masyarakat pada masa bercocok tanam
mengalami peningkatan cukup pesat. Masyarakat praaksara pada saat itu telah
memiliki tempat tinggal yang tetap. Mereka memilih tempat tinggal pada suatu
tempat tertentu. Hal ini dimaksudkan agar hubungan antarmanusia di dalam
kelompok masyarakat semakin erat. Eratnya hubungan antar manusia di dalam
kelompok masyarakat merupakan cermin bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri
tanpa anggota masyarakat lain.
Kehidupan sosial yang dilakukan oleh masyarakat
pada masa bercocok tanam ini terlihat dengan jelas melalui cara bekerja dengan
bergotong royong. Setiap pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat selalu
dilakukan dengan cara bergotong royong, diantaranya pekerjaan bertani, merambah
hutan, berburu, membangun rumah, dan lainlain. Cara hidup bergotong royong itu
merupakan salah satu ciri kehidupan masyarakat yang bersifat agraris. Kegiatan
gotong royong hingga saat ini masih tetap dipertahankan terutama di daerah
pedesaan.
Dalam kehidupan masyarakat bercocok tanam sudah terlihat peran pemimpin (primus inter pares). Gelar primus inter pares di Indonesia adalah ratu atau datu(k) artinya orang terhormat dan yang patut dihormati karena kepemimpinannya, kecakapannya, kesetiaannya, pengalamannya, dan lain-lain.
3, Sistem Kepercayaan
Kepercayaan masyarakat
pada masa bercocok tanam mengalami perkembangan. Mereka telah mempunyai konsep
tentang alam dan kehidupan setelah kematian. Mereka percaya bahwa roh seseorang
tidak lenyap pada waktu meninggal. Penghormatan terhadap nenek moyang atau
kepala suku yang diagungkan tidak berhenti pada waktu kepala suku telah
meninggal. Penghormatan terus berlanjut menjadi sebuah pemujaan.
Kepercayaan
tersebut diwujudkan dalam berbagai upacara keagamaan, seperti persembahan
kepala leluhur dan upacara penguburan mayat yang dibekali dengan benda
miliknya. Mereka percaya bahwa roh nenek moyang selalu mengawasi mereka. Oleh
karena itu, mereka selalu meminta perlindungan dari ancaman kelompok lain,
binatang buas, dan ancaman dari adanya wabah penyakit.
Sistem kepercayaan
masyarakat praaksara telah mendorong berkembangannya kepercayaan animisme dan
dinamisme. Kepercayaan animisme merupakan sebuah sistem kepercayaan yang memuja
roh nenek moyang, sedangkan menurut kepercayaan dinamisme ada benda-benda
tertentu yang diyakini memiliki kekuatan gaib, sehingga benda tersebut sangat
dihormati dan dikeramatkan. Contohnya yaitu kapak yang dibuat dari batu
chalcedon (batu indah) dianggap memiliki kekuatan. Dengan demikian kepercayaan
masyarakat prasejarah adalah Animisme dan Dinamisme.
Ciri
ciri kehidupan pada masa bercocok tanam dan berternak adalah
antara lain :
1) Tekhnologi
dalam menghasilkan perkakas untuk memenuhi kebutuhan mereka telah
berkembang dengan dihasilkannya Kapak
Lonjong dan Kapak Persegi terbuat dari
batu yang telah diasah
2) Pada
masa ini manusia sudah menetap di suatu wilayah secara berkelompok , hal ini
dipengaruhi oleh pola kehidupan ekonomi mereka yang sudah bercocok tanam dan
berternak sehingga tidak memungkinkan mereka untuk berpindah pindah.
3) Sudah
terdapat pola pembagian kerja akibat kegiatan bercocoktanam yang mereka
kembangkan membutuhkan waktu dan perhatian yang lebih focus, maka ada diantara
mereka yang berprofesi sebagai petani, adapula yang berprofesi sebagai pembuat
perkakas yang dibutuhkan dalam kegiatan pertanian seperti Kapak Lonjong, Kapak
Persegi, Tembikar dll
4) Sudah
mengenal sistem perdagangan dengan cara barter yaitu perdagangan yang dilakukan
dengan cara tukar menukar antara barang dengan barang, hal ini terjadi
dipengaruhi oleh telah adanya pembagian kerja pada saat itu
5) Sudah
menguasai ilmu astronomi yang mereka gunakan saat mereka berpindah dari daratan
Yunan ke wilayah kepulauan nusantara akibat kondisi bumi yang sudah terbentuk
sempurna ( jaman Holosen ). Sarana transportasi ini juga digunakan oleh
masyarakat purba yang menetap di wilayah perairan.
b, Masa Bercocok Tanam Tingkat Lanjut ( Masa
Perundagian )
Perundagian berasal dari kata Undagi, yang artinya sama
dengan tukang atau seseorang yang memiliki keterampilan atau ahli dalam
melakukan pekerjaan tertentu. Masyarakat perundagian adalah masyarakat dimana
masing-masing orang bekerja sesuai dengan keterampilannya masing-masing. Itu
berarti, spesialisasi kerja sudah sangat maju pada masa ini. Zaman ini dimulai
sekitar 10.000 tahun yang lalu.
Pada masa ini , manusia purba sudah mengenal bijih logam.
Mereka sudah lebih berpengalaman sehingga dapat mengenali bijih-bijih logam
yang dijumpai meleleh di permukaan tanah. Bijih logam yang ditemukan terutama
berasal dari tembaga. Kemudian mereka membuat alat-alat yang diperlukan dari
bahan bijih logam yang ditemukan.
1) Pola
Kehidupan Ekonomi dan Pola Hunian
Masa
perundagian memiliki peran penting dalam perkembangan sejarah di Indonesia, hal
ini dikarenakan pada masa ini hubungan antar daerah-daerah di sekitar kepulauan
Indonesia sudah terjalin. Masa ini
ditandai dengan adanya keterampilan untuk membuat alat-alat dari bahan
perunggu. Alat tersebut berupa alat yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari seperti peralatan bertani , peralatan upacara, dan peralatan
berburu.
Kepandaian membuat perkakas dari logam juga
berpengaruh terhadap perkakas yang mereka gunakan untuk bercocok tanam, saat
ini mereka menggunakan kapak yang terbuat dari logam yaitu Kapak Corong . Kapak Corong adalah
logam yang diasah , kemampuan mengasah yang di jaman Neolithikum mereka
terapkan pada batu di zaman ini mereka terapkan pada Logam sehingga menghasilkan
kapak yang lebih tajam dari jaman sebelumnya. Dengan Kapak Corong yang tajam
ini mereka bisa menggunakan untuk membalik tanah seperti halnya fungsi cangkul,
luku atau tractor pada jaman modern sekarang. Dapat dikatan Kapak Corong adalah
prototype dari cangkul, sehingga pada masa ini mereka mengembangkan pola
bercocoktanam dengan tekhnik bersawah.
Sistem pertanian yang dikenal oleh masyarakat
prasejarah pada awalnya adalah perladangan/huma, yang hanya mengandalkan pada
humus, sehingga bentuk pertanian ini wujudnya berpindah tempat Selanjutnya
masyarakat mulai mengembangkan system persawahan, sehingga tidak lagi
bergantung pada humus , dan berusaha mengatasi kesuburan tanahnya melalui
kegiatan pengolahan tanah, irigasi dan pemupukan. Sehingga pada masa ini mata pencaharian utama
masyarakat adalah bertani yang dilakukan secara lebih teratur dan maju yaitu
dengan menggunakan sistem pengairan dan sistem terasering dalam membuat sawah
sawah. Kemakmuran masyarakat dapat dilihat dari telah berkembangnya teknik
pertanian, hal ini mengakibatkan sektor pertanian mengalami perkembangan yang
pesat dan berdampak pada kemajuan perekonomian. Kemajuan perekonomian ditandai
dengan berkembangnya perdagangan.
Aspek teknologi merupakan unsur yang penting
pada masa perundagian dalam kaitannya dengan perkembangan ekonomi, terutama
ketika teknik peleburan logam untuk membuat perkakas telah dikenal. Selain itu
juga teknologi untuk membuat gerabah juga mengalami perkembangan. Perkembangan
tersebut dapat dilihat dari semakin kompleks dan beragam bentuk maupun motif
hiasanya. Peternakan pada zaman ini juga telah maju, hal ini dapat dibuktikan
dengan banyak ditemukan tulang hewan seperti kerbau, kudam babi, anjing
dan unggas di dalam situs- situs
pemukiman.
2) Sistem
Kemasyarakatan
Dengan semakin
kompleksnya aktivitas manusia dalam suatu kelompok, maka memerlukan adanya
suatu sistem pengawasan, sehingga konsep tentang pimpinan dalam masyarakat
semakin terlihat. Pada masa perundagian pola kehidupan perkampungan atau desa-desa
mengalami perkembangan semakin besar, karena mulai bersatunya beberapa kampung.
Kemunculan perkampungan besar ini disebabkan karena semakin tingginya
frekuaensi perdagangan antar perkampungan dalam bentuk barter (tukar menukar
barang). Jenis barang yang diperdagangkan pun semakin beraneka ragam karena
perdagangan telah mencakup wilayah yang lebih luas bahkan mencakup Asia
Tenggara.
3) Sistem
Kepercayaan
Sistem kepercayaan pada
masa perundagian kurang lebih sama dengan sistem kepercayaan pada masa
sebelumnya yaitu Animisme dan Dinamisme. Kehidupan beragama pada zaman
perundagian juga mengalami perkembangan yang pesat, dapat dilihat dari
banyaknya bangunan megalitikum yang dibuat sebagai tempat pemujaan dan
penghormatan terhadap roh nenek moyang.
Berikut
ini adalah ciri – ciri kehidupan pada masa perundagian, antara lain:
1) Kehidupan
sosial ekonomi masa perundagian telah meningkat dibandingkan dengankehidupan
masa sebelumnya. Kemampuan mengolah logam khususnya perunggu dan besi adalah
salah satu segi yang membedakan dari masa sebelumnya yang sama sekali belum
mengenal logam.
2) Masyarakatnya
sudah teratur.
3) Dalam
masyarakat perundagian terdapat kelompok yang mempunyai keahlian khusus, satu
bukti bahwa dalam masyarakat terdapat pembagian kerja yang baik.
4) Bahan
untuk membuat perkakas logam seperti seprunggu, timah, dan besi harus
didatangkan dari suatu tempat sehingga terdapat suatu perdagangan yang meliputi
berbagai daerah
5) Kemakmuran
pada waktu itu antar lain disebabkan perkembngan tehnik pertanian khusunya
alat-alat besi seperti cangkul dll dan merek telah mengenal bersawah.
6) Kepercayaan,
tidak berbeda dengan masa bercocok tanam yang membedakannnya hanyalah
upacara-upacara lebih mewah dan lebih rumit, benda yang dipergunakanya lebih
indah karena terbuat dari perunggu
3, Pengaruh Hasil Dan Nilai Budaya masyarakat Praaksara
Pada Masa Sekarang Nenek moyang bangsa Indonesia telah memiliki
konsep konsep umum budaya masa prasejarah yang sangat penting dan bernilai bagi
kehidupan masyarakat prasejarah di Indonesia. Konsep-konsep umum dan penting
itu hingga kini masih tersebar luas di kalangan masyarakat Indonesia. Seperti
hasil penelitian DR. JL. Brandes bahwa sebelum datangnya budaya Hindu Budha
dari India sesungguhnya masyarakat Indonesia sudah memiliki dasar dasar
kebudayaan yang cukup tinggi. Terdapat 10 unsur pokok kebudayaan asli Indonesia
sebelum datangnya budaya dari India, yang menunjukan bahwa nilai-nilai budaya
masa prasejarah Indonesia itu masih terpelihara hingga saat ini dalam bentuk
kegiatan-kegiatan berikut:
a) Mengenal
Astronomi
Pengetahuan tentang astronomi
sangat penting dalam kehidupan mereka terutama pada saat berlayar waktu malam
hari. Astronomi juga, penting artinya dalam menentukan musim untuk keperluan
pertanian.
b) Mengatur
Masyarakat
Dalam kehidupan kelompok masyarakat yang
sudah menetap diperlukan adanya aturan-aturan dalam masyarakat. Pada masyarakat
dari desa-desa kuno di Indonesia telah memiliki aturan kehidupan yang
demokratis. Hal ini dapat ditunjukkan dalam musyawarah dan mufakat memilih
seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang dipilih itu diharapkan dapat melindungi
masyarakat dari gangguan masyarakat luar maupun roh jahat dan dapat mengatur
masyarakat dengan baik. Bila seorang pemimpin meninggal, makamnya dipuja oleh
penduduk daerah itu.
c.
Sistem Macapat /Tatanan Kota
Anak anak hebat Indonesia … pernahkah kalian memperhatikan
struktur tata kota di daerah tempat tinggal
kalian… ? coba kalian perhatikan apakah di kota kalian terdapat alun
alun yang di keempat penjurunya terdapat pusat kantor pemerintahan, rumah
ibadah, pasar dan penjara , jika ada maka struktur tata kota di daerah kalian
masih menggunakan system tata kota warisan nenek moyang bangsa Indonesia.
System tata kota seperti itu disebut macapat
Sistem macapat merupakan suatu tatacara yang didasarkan
pada jumlah empat dan pusat pemerintah terletak di tengah-tengah wilayah yang
dikuasainya. Pada pusat pemerintahan terdapat tanah lapang (alun-alun) dan di
empat penjuru terdapat bangunan-bangunan yang penting seperti keraton, tempat
pemujaan, pasar, penjara. Susunan seperti itu masih banyak ditemukan pada
kota-kota lama.
c. Kesenian
Wayang
Pernah kalian menonton pertunjukan wayang, dan tahukah
kalia asal mula diadakannya seni pertunjukan wayang … ? Munculnya kesenian wayang berpangkal pada
pemujaan roh nenek moyang. Jenis wayang yang dipertunjukkan adalah wayang
kulit, wayang orang dan wayang golek
(boneka). Cerita dalam pertunjukkan wayang mengambil tema tentang kehidupan
pada masa itu dengan tokohnya Semar, Petruk, gareng atau yang sering dikenal
sebagai punakawan dan setelah mendapat pengaruh bangsa Hindu muncul cerita
Mahabarata dan Ramayana dengan tokoh tokoh dari cerita tersebut seperti Bima ,
Gatot Kaca, Rama, Shinta dan lain lain.
e.
Seni Gamelan
Seni gamelan menggunakan perangkat alat musik yang terdiri
dari satu set peralatan musik terbuat dari logam yang dicetak sedemikian rupa,
sehingga menghasilkan bunyi bunyian yang serasi. Penggunaaan perangkat gamelan
tersebut merupakan warisan dari jaman logam . untuk mengiringi pertunjukkan
wayang dan dapat mengiringi pelaksanaan upacara.
f. Seni Membatik
Seni membatik merupakan kerajinan untuk menghiasi kain
dengan menggunakan alat yang disebut canting. Hiasan gambar yang diambil
sebagian besar berasal dari alam lingkungan tempat tinggalnya. Di samping itu
ada seni menenun dengan beraneka ragam corak.
g.
Seni Logam
Seni membuat barang- barang dari logam menggunakan teknik a
Cire Perdue. Teknik a Cire Perdueadalah cara membuat barangbarang dari logam
dengan terlebih dulu membentuk tempat untuk mencetak logam sesuai dengan benda
yang dibutuhkan. Tempat untuk mencetak logam sesuai dengan benda yang
dibutuhkan. Tempat untuk mencetak logam itu ada yang terbuat dari batu, tanah
liat, dan sebagainya. Pada tempat cetakan itu dituang logam yang sudah
dicairkan dan setelah dingin cetakan itu dipecahkan, sehingga terbentuk benda
yang dibutuhkannya. Barang-barang logam yang ditemukan sebagian besar terbuat
dari perunggu.
h.
Bercocok tanam padi di sawah
Bercocok tanam sudah menjadi bagian penting bangsa ini
sejak dahulu kala. Kemampuan menanam padi dengan tekhnik bersawah sudah
dikuasai sejak Zaman Logam dengan dengan dihasilkannya kapak Corong yang
memiliki fungsi seperti cangkul . Dapat dikatakan kapak Corong adalah protype
dari cangkul. Hal inilah yang menyebabkan indonesia menjadi salah satu negara
agraris.
i.
Mengenal alat tukar dalam perdagangan
Sebelum mengenal alat tukar seperti uang, emas, perak,
masyrakat Indonesia menggunakan sistem barter dalam kegiatan perdagangannya
yang dimulai sejak Zaman Neolithikum . Yaitu menukar barang dengan barang.
j. Memiliki kemampuan yang tinggi dalam
pelayaran
Saat masih duduk di Sekolah Dasar tentu kalian pernah
mendengar bahkan menyanyikan lagu "Nenek moyangku seorang pelaut" .
Hal tersebut bukan hanya sekedar nyanyian namun memang sejak jaman dahulu nenek
moyang bangsa Indonesia sudah mahir dalam mengarungi lautan dengan mengandalkan
ilmu astronomi sederhana. Hal ini mereka lakukan untuk melakukan perpindahan
dari daratan Yunan , Tiongkok sebagai tempat asal ras Melayu Autronesia (
Deutro Melayu ) yang merupakan nenk
moyang bangsa Indonesia pada Jaman Logam . Bukti keberadaan perahu bercadik
sebagai alat transportasi nenek moyang bangsa Indonesia juga terdapat pada
salah satu relief candi Borobudur
KEHIDUPAN
MANUSIA PURBA DAN ASAL USUL NENEK MOYANG
1. Manusia
Purba
Bagaimana
cara mengetahui kehidupan manusia yang hidup pada masa awal? Ada dua cara,
yaitu melalui sisa-sisa manusia, tumbuhan, dan hewan yang telah membatu atau
biasa disebut dengan fosil dan melalui benda-benda peninggalan sebagai hasil
budaya manusia, alat-alat rumah tangga, bangunan, artefak, perhiasan, senjata,
atau fosil manusia purba yang diketemukan. Kehidupan manusia purba di Indonesia
diketahui melalui peninggalan fosil tulang-belulang mereka. Fosil-fosil
tersebut meliputi tengkorak, badan, dan kaki.Fosil tengkorak dengan ukuran
kapasitas tempurung kepalanya dapat mengungkap-kan sejauh mana kemampuan
berpikir mereka dibandingkan dengan kapasitas manusia modern sekarang. Demikian
juga dengan bentuk tulang rahang, lengan, dan kaki dapat dibandingkan dengan
bentuk tulang yang sama dengan tulang manusia modern sekarang atau dengan jenis
kera (pithe). Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa mereka berbeda
dengan manusia modern sekarang, namun memiliki tingkat kecerdasan tertentu yang
lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kera. Mereka telah memiliki tingkat
kemampuan untuk mengembangkan kehidupan, seperti halnya manusia sekarang
walaupun dengan tingkat yang sangat terbatas. Mereka lazim disebut sebagai
manusia purba atau manusia yang hidup pada zaman pra-aksara. Berdasarkan temuan-temuan fosil manusia
tersebut, para arkeolog membedakan jenis manusia purba di Indonesia (sejauh
yang ada sekarang) ke dalam beberapa jenis. Dari jenis-jenis yang ada para ahli
membuat semacam tingkatan perkembangan dari manusia purba yang tertua hingga
yang lebih muda, yang didasarkan pada indikator-indikator tertentu.
a.
Meganthropus Paleojavanicus
b.
Pithecanthropus
Pithecanthropus (manusia kera) adalah jenis manusia purba
yang fosilfosilnya paling banyak ditemukan di Indonesia. Fosil Pithecanthropus
pertama kali ditemukan oleh arkeolog dari Belanda, Eugene Dubois pada tahun
1891 di Trinil, Ngawi berupa atap tengkorak dan tulang paha. Berdasarkan
temuannya tersebut Dubois menamainya dengan Pithecanthropus erectus (manusia
kera yang berdiri tegak). Disamping Pithecanthropus erectus jenis
Pithecanthropus lainnya yang ditemukan di Indonesia adalah Pithecanthropus
robustus (manusia kera yang besar), dan Pithecanthropus mojokertensis (manusia
kera dari Mojokerta).
c.
Homo Sapiens
Diantara
fosil yang berhasil ditemukan di Indonesia adalah jenis Soloensis (dari Solo)
dan Wajakensis (dari Wajak, Mojokerto). Secara umum Homo Sapiens memiliki ciri
yang lebih progresif dibanding Pithecantropus.
Secara khusus ia memiliki ciri-ciri berikut:
a. Volume otak bervariasi antara 1000 – 1450 cc
b. Otak besar dan otak kecil sudah berkembang (terutama pada bagian kulit otaknya)
c. Tinggi badan sekitar 130 – 210 cm dengan berat badan rata-rata 30 – 150 kg.
d. Tulang dahi dan bagian belakang tengkorak sudah membulat dan tinggi
e. Otot tengkuk mengalami penyusutan
f. Alat kunyah dan gigi mengalami penyusutan
g. Berjalan dan berdiri tegak
h. sudah
lebih sempurna
2.
Penelitian manusia purba di Indonesia
1.
Eugena Dobois
Beliau adalah yang pertama kali tertarik meneliti manusia
purba di Indonesia setelah mendapat kiriman sebuah tengkorak dari B.D Von
Reitschoten yang menemukan tengkorak di Wajak, Tulung Agung. • Fosil itu
dinamai Homo Wajakensis, termasuk dalam jenis Homo Sapien (manusia yang sudah
berpikir maju) • Fosil lain yang ditemukan adalah : Pithecanthropus Erectus
(phitecos = kera, Antropus Manusia,
Erectus berjalan tegak) ditemukan di daerah Trinil, pinggir Bengawan
Solo, dekat Ngawi, tahun 1891. Penemuan ini sangat menggemparkan dunia ilmu
pengetahuan.
2. Gustav
Heirich Ralp Von Koningswald
Hasil penemuannya adalah : Fosil tengkorak di Ngandong,
Blora. Tahun 1936, ditemukan tengkorak anak di Perning, Mojokerto. Tahun 1937 –
1941 ditemukan tengkorak tulang dan rahang Homo Erectus dan Meganthropus
Paleojavanicus di Sangiran, Solo. Penemuan lain tentang manusia Purba :
Ditemukan tengkorak, rahang, tulang pinggul dan tulang paha manusia
Meganthropus, Homo Erectus dan Homo Sapien di lokasi Sangiran, Sambung Macan
(Sragen),Trinil, Ngandong dan Patiayam (kudus).
3.
Teuku Jacob
Setelah Indonesia merdeka, penelitian tentang manusia purba
dilanjutkan oleh para ahli dari Indonesia, diantaranya adalah Prof. Dr. Teuku
Jacob. Ia mengadakan penelitian di desa Sangiran lagi, di sepanjang Sungai
Bengawan Solo. Penelitian ini berhasil menemukan tiga belas fosil. Fosil
terakhir ditemukan pada tahun 1973 di desa Sambungmacan, Sragen, Jawa Tengah
ASAL
USUL NENEK MOYANG BANGSA INDONESIA
Asal Usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia. Kapan dan dari
mana nenek moyang kita datang merupakan peristiwa penting dalam sejarah Indonesia,
karena keberadaan kita di indonesia saat ini perlu kita ketahui. Awal
keberadaan manusia di Indonesia menjadi zaman prasejarah yang mempunyai
beberapa pendapat berbedabeda bagi para ahli sejarah mengenai asal-usul nenek
moyang bangsa Indonesia. Persebaran berdasarkan penelitian para ahli sejarah
akan dibahas disini secara jelas. Untuk itu, silahkan simak penjelasannya
disini.
a. Pendapat
Para Ahli
Beberapa pendapat para ahli
tentang asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia antara lain sebagai berikut:
1. Drs.
Moh. Ali.
Drs. Moh, Ali menyatakan bahwa bangsa Indonesia
berasal dari daerah Yunan, Cina. Pendapat ini dipengaruhi oleh pendapat Mens
yang berpendapat bahwa bangsa Indonesia berasal dari daerah Mongol yang
terdesak oleh bangsa-bangsa lebih kuat sehingga mereka pindah ke selatan,
termasuk ke Indonesia. Ali mengemukakan bahwa leluhur orang Indonesia berasal
dari hulu-hulu sungai besar yang terletak di daratan Asia dan mereka
berdatangan secara bergelombang. Gelombang pertama berlangsung dari 3.000 hingga
1.500 SM (Proto Melayu) dan gelombang kedua terjadi pada 1.500 hingga 500 SM
(Deutro Melayu). Ciri-ciri gelombang pertama adalah kebudayaan Neolitikum
dengan jenis perahu bercadik-satu, sedangkan gelombang kedua menggunakan perahu
bercadik-dua.
2. Prof.
Dr. H. Kern.
Ilmuwan asal Belanda ini menyatakan bahwa
bangsa Indonesia berasal dari Asia. Kern berpendapat bahwa bahasa - bahasa yang
digunakan di kepulauan Indonesia, Polinesia, Melanesia, Mikronesia memiliki
akar bahasa yang sama, yakni bahasa Austronesia. Kern menyimpulkan bahwa bangsa
Indonesia berawal dari satu daerah dan menggunakan bahasa Campa. Menurutnya,
nenek-moyang bangsa Indonesia menggunakan perahu-perahu bercadik menuju
kepulauan Indonesia. Pendapat Kern ini didukung oleh adanya persamaan nama dan
bahasa yang dipergunakan di daerah Campa dengan di Indonesia, misalnya kata
“kampong” yang banyak digunakan sebagai kata tempat di Kamboja. Selain nama
geografis, istilah-istilah binatang dan alat perang pun banyak kesamaannya.
Tetapi pendapat ini disangkal oleh K. Himly dan P.W. Schmidt berdasarkan
perbendaharaan bahasa Campa.
3. Willem
Smith .
Melihat asal-usul bangsa Indonesia melalui
penggunaan bahasa oleh orang-orang Indonesia. Willem Smith membagi
bangsa-bangsa di Asia atas dasar bahasa yang dipakai, yakni bangsa yang
berbahasa Togon, bangsa yang berbahasa Jerman, dan bangsa yang berbahasa
Austria. Lalu bahasa Austria dibagi dua, yaitu bangsa yang berbahasa Austro
Asia dan bangsa yang berbahasa Austronesia. Bangsa-bangsa yang berbahasa
Austronesia ini mendiami wilayah Indonesia, Melanesia, dan Polinesia
4. Prof.
Dr. Sangkot Marzuki.
Menyatakan
bahwa nenk moyang bangsa Indonesia berasal dari Austronesia dataran Sunda. Hal
ini didasarkan hasil penelusuran DNA fosil. Ia menyanggah bahwa nenek moyang
bangsa Indonesia berasal dari Yunan, karena Homo Erectus atau Phitecantropus
Erectus ini tidak ada kelanjutannya pada manusia saat ini. Mereka punah dan
digantikan oleh manusia dengan species baru, yang sementara ini diyakini
sebagai nenek moyang manusia yang ditemukan di Afrika.
5. Van
Heine Geldern.
Pendapatnya
tak jauh berbeda dengan Kern bahwa bahasa Indonesia berasal dari Asia Tengah.
Teori Geldern ini didukung oleh penemuan-penemuan sejumlah artefak, sebagai
perwujudan budaya, yang ditemukan di Indonesia mempunyai banyak kesamaan dengan
yang ditemukan di daratan Asia.
6. Prof.
Mohammad Yamin
Yamin
menentang teori-teori di atas. Ia menyangkal bahwa orang Indonesia berasal dari
luar kepulauan Indonesia. Menurut pandangannya, orang Indonesia adalah asli
berasal dari wilayah Indonesia sendiri. Ia bahkan meyakini bahwa ada sebagian
bangsa atau suku di luar negeri yang berasal dari Indonesia. Yamin menyatakan
bahwa temuan fosil dan artefak lebih banyak dan lengkap di Indonesia daripada
daerah lainnya di Asia, misalnya, temuan fosil Homo atau Pithecanthropus
soloensis dan wajakensis yang tak ditemukan di daerah Asia lain termasuk
Indocina (Asia Tenggara).
7. Prof.
Dr. Krom.
Menguraikan
bahwa masyarakat awal Indonesia berasal dari Cina Tengah karena di daerah Cina
Tengah banyak terdapat sumber sungai besar. Mereka menyebar ke kawasan
Indonesia sekitar 2.000 SM sampai 1.500 SM.
8. Dr.
Brandes
Berpendapat
bahwa suku-suku yang bermukim di kepulauan Indonesia memiliki persamaan dengan
bangsa-bangsa yang bermukim di daerah-daerah yang membentang dari sebelah utara
Pulau Formosa di Taiwan, sebelah barat Pulau Madagaskar; sebelah selatan yaitu
Jawa, Bali; sebelah timur hingga ke tepi pantai bata Amerika. Brandes melakukan
penelitian ini berdasarkan perbandingan bahasa.
9. Hogen
Menyatakan
bahwa bangsa yang mendiami daerah pesisir Melayu berasal dari Sumatera. Bangsa
Melayu ini kemudian bercampur dengan bangsa Mongol yang disebut bangsa Proto
Melayu (Melayu Tua) dan Deutro Melayu (Melayu Muda). Bangsa Proto Melayu
kemudian menyebar di sekitar wilayah Indonesia pada tahun 3.000 hingga 1.500
SM, sedangkan bangsa Deutro Melayu datang ke Indonesia sekitar tahun 1.500
hingga 500 SM.
10. Max
Muller
Berpendapat
lebih spesifik, yaitu bahwa bangsa Indonesia berasal dari daerah Asia Tenggara.
Namun, alasan Muller tak didukung oleh alasan yang jelas.
11. Mayundar
Berpendapat
bahwa bangsa-bangsa yang berbahasa Austronesia berasal dari India, lalu
menyebar ke wilayah Indocina terus ke daerah Indonesia dan Pasifik. Teori
Mayundar ini didukung oleh penelitiannya bahwa bahasa Austria merupakan bahasa
Muda di India bagian timur.
12. Mens.
Berpendapat
bahwa bangsa Indonesia berasal dari bangsa Mongol yang terdesak oleh bangsa
bangsa yang lebih kuat, sehingga mereka terdesak ke selatan termasuk kawasan
Indonesia.
13. Sultan
Takdir Alisyahbana
Bangsa
Indonesia merupakan bangsa yang berasal dari melayu karena berdasarkan rumpun
bahasa yang memiliki kesamaan.
14. Gorys
Kraf
Indonesia kebudayaannya lebih tinggi dari
kebudayaan wilayah sekitarnya, yang berarti induknya berasal dari Indonesia.
15.Harry Truman Simandjutak
Bahwa bahasa yang
banyak digunakan di Indonesia berasal dari Bahasa Austronesia yang induknya ada
di Pulau Formosa, Taiwan.
Nenek moyang bangsa Indonesia meninggalkan daerah Yunan
disekitar hulu sungai Salwen dan sungai
Mekhong yang tanahnya sangat
subur diperkirakan karena bencana alam atau serangan dari suku bangsa lain.
Alat transfortasi yang digunakan oleh nenek moyang bangsa Indonesia adalah Perahu Bercadik . Mereka berlayar secara
berkelompok tanpa mengenal rasa takut dan menempati berbagai pulau dan sqalah asatu tempat yang merek pilih adalah
nusantara. Hal ini menunjukan bahw nenek moyang bangsa Indonesia adalah
pelaut-pelaut yang ulung yang mempunyai jiwakelautan yang mendalam.
Nenek moyang bangsa Indonesia mempunyai kebudayaan kelautan
yaitu sebagai penemu model asli perahu bercadik yang merupakan cirri khas kapal
bangsa Indonesia. Orang-orang Austronesia yang memasuki wilayah Nusantara dan
kemudian menetap disebut bangsa Melayu Indonesia Mereka inilah yang menjadi nenek langsung
bangsa Indonesia sekarang. Bangsa Melayu
itu dapat dibedakan menjadi dua suku bangsa.
1. Proto Melayu (Bangsa Melayu Tua)
2. Deutero Melayu (Bangsa Melayu Muda)
b.
Proto Melayu
Bangsa Melayu Tua adalah orang-orang Austronesia dari Asia yang pertama kali datang ke nusantara pada sekitar tahun 1500 SM. Bangsa Melayu Tua memasuki wuilayah nusantara melalui du jalur, yaitu:
a. Jalur Barat melalui malaysia –Sumatera
b. Jalur Utara atau Timur melalui Fhilipina
– Sulawesi.
Bangsa Melayu Tua memiliki kebudayaan yang lebih tinggi
dari pada manusia purba.Kebudayaan
bangsa Melayu Tua disebut kebudayaan batu baru atau neolithikum. Meskipun hampir semua
peralatan merek terbuat dari batu.
Pembuatannya sudah dihaluskan.
Hasil budaya zaman ini yang terkenal adalah kapak persegi
yang banyak ditemukan di wilayah Indonesia bagian Barat ( Sumatera, jawa, Kalimantan,dan Bali
). Menurut penelitian Van Heekertn di
Kalumpang ( Sulawesi Utara ) telah terjadi perpaduan antara tradisi kapak
persegi dan kapak lonjong yang dibawa oleh orang-orang Austranesia yang dating
dari arah utara atau melalui Fhilipina
dan Sulawesi. Suku bangsa Indonesia yang termasuk anak keturunan bangsa
Proto Melayu adalah suku Dayak dan Suku Toraja.
c.
Deutero Melayu
Pada kurun waktu tahun 400-300 SM adalah gelombang ke dua
nenek moyang bangsa Indonesia dating ke
nusantara. Bangsa melayu muda ( Deutero Melayu ) berhasil mendesak dan
berasimilsasi dengan pendahulunya, bangsa proto melayu.
Bangsa
deuteron Melayu memasuki wilayah nusantara melalui jalur Barat mereka menempuh
rute dari Yunan ( Teluk Tonkin ), Vietnam, semenanjung Malaysia, dan akhirnya
sampai di Nusantara.Bangsa Deutero Melayu memiliki kebudayaan yang lebih maju
dibandingkan bangsa Proto Melayu karena mereka telah dapat membuat
barang-barang dari perunggu dan besi. Hasil budayanya yang terkenal adalah
kapak corong, kapak serpatu, dan nekara.
Selain kebudayaan logam, bangsa Deutro Melayu juga
mengembangkan kebudayaan megalithikum,, misalnya menhir / tugu batu,dolmen /
meja batu,sarkopagus/ keranda mayat, kubur batu, dan punden berundak. Suku
bangsa Indonesia yang termasuk ketuirunan bangsa Melayu muda adalah suku Jawa
dan Melayu dan Bugis.
d.
Bangsa Primitif
Sebelum
kelompok bangsa melayu memasuki Nusantara sebenarnya telah ada kelompok manusia
yang lebih dahulu tinggal di wilayah
tersebut . Mereka termasuk bangsa primitive dengan budayanya yang sangat
sederhana.Mereka yang termasuk bangsa primitive adalah;
a.
Manusia Pleistosin ( Purba )
Kehidupan manusia purba ini
selalu berpindah tempat dengan kemampuan yang sangat terbatas. Demikian juga
dengan kebudayaannnya sehingga corak kehidupannnya manusia purba ini tidak
dapat diikuti kembali kecuali beberapa aspek saja. Misalnya teknologinya yang
masih sangat sederhana ( Teknologi Paleolitik )
b.
Suku Wedoid
Sisa-sisa suku Widoid sampai
sekarang masih ada misalnya suku Sakai di Siak serta suku Kubu diperbatasan
Jambi dan Palembang. Mreka hidup dari meramu/ mengumpulkan hasil hutan dan
berkebudayaan sederhana. Mreka juga sulit sekali menyesuaikan diri dengan
masyarakat modern.
c.
Suku Negroid
Di Indonesia sudah tidak
terdapat lagi sisa-sisa kehidupan suku negroid. Akan tetapi di pedalaman
Malayasia dan fhilipina keturunan suku negroid masih ada.Suku yang maasuk suku
negroid misalnya suku Semang di Semenanjung malysia dan suku negrito di Filipina.
Untuk mengetahui asal nenek moyng bangsa Indonesia, bisa
melalui dua cara, yaitu melalui persebaran rumpun dan persebaran bercocok
tanam. Merujuk pada bidang linguistik, bahasa yang tersebar di Indonesia
termasuk rumpun bahasa Melayu Austronesia. Menurut para ahli, nenek moyang
bangsa Indonesia berasal dari Yunan, kesimpulan ini diambil berdasarkan bukti
kesamaan artefak prasejarah yang ditemukan di wilayah itu dengan artefak
prasejarah di Indonesia.
Dari artefak yang ditemukan di Yunan, tampak bahwa sekitar
3000 SM masyarakat di wilayah itu telah mengenal bercocok tanam. Daerah Yunan
terletak di daratn Asia Tenggara, tepatnya di wilayah Myanmar sekarang.
Seoarang ahli sejarah yang mengemukakan pendapat ini adalah Moh. Ali, pendapat
Moh. Ali ini didasarkan pada argumen bahwa nenek moyang bangsa Indonesia
berasal dari hulu-hulu sungai besar di Asia dan kedatangannya ke Indonesia
dilakukan secara bergelombang. Gelombang pertama berlangsung dari tahun 3000
SM-1500 SM dengan menggunakan perahu bercadik satu. Sedangkan gelombang kedua
berlangsung antara tahun 1500 SM-500 SM dengan menggunakan perahu bercadik dua.
Pendapat Moh. Ali sangat dipengaruhi oleh pendapat dari Mens bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari
Monggol yang terdesak ke selatan oleh bangsa-bangsa yang lebih kuat.
No comments:
Post a Comment