Tuesday 2 August 2022

ZAMAN PRA AKSARA & ASAL USUL NENEK MOYANG BANGSA INDONESIA


        Masa Praaksara merupakan suatu masa di mana manusia dalam hal ini ialah manusia purba sebagai masyarakat yang menetap di suatu wilayah yang ada di Indonesia, masih belum mengenal tulisan . Berdasarkan hasil kebudayaannya, secara garis besar, Zaman Praaksara dibagi menjadi Zaman Batu dan Zaman Logam.


1.    Zaman Batu

        Berdasarkan cara memproses perkakas batu dan fungsi perakas batu yang mereka gunakan, zaman batu  diperiodisasi lagi menjadi 4 zaman, yaitu sebagai berikut:

a.    Zaman Paleolitikum (Zaman Batu Tua)

b.    Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Madya)

c.    Zaman Neolitikum (Zaman Batu Baru/Batu Muda)

d.    Zaman Megalitikum (Zaman Batu Besar)

 

a.    Zaman Batu Tua ( Palaeolithikum)

Zaman palaeolithikum berarti jaman batu tua. Jaman ini ditandai dengan adanya perkakas yang terbuat dari batu yang masih kasar, sederhana, dan sangat primitif.  Hasil kebudayaan Palaeolithikum banyak ditemukan di daerah Pacitan (Jawa Timur) dan Ngandong (Jawa Timur). Untuk itu para arkeolog sepakat untuk membedakan temuan benda-benda prasejarah di kedua tempat tersebut yaitu sebagai kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.

 

1)    Kebudayaan Pacitan 

Pacitan merupakan nama salah satu kabupaten yang ada di Jawa Timur, berbatasan dengan Jawa Tengah. Pada zaman purba, diperkirakan aliran Bengawan Solo mengalir ke selatan dan bermuara di pantai Pacitan. Alat-alat batu yang berasal dari Pacitan ini disebut dengan kapak genggam                      ( Chopper ) dan kapak perimbas. Di Pacitan, juga ditemukan alat-alat yang berbentuk kecil, disebut dengan serpih. Berbagai peninggalan tersebut diperkirakan digunakan oleh manusia purba jenis Meganthropus. Perkakas batu yang ditemukan di daerah pacitan ini yaitu :

 

·         Kapak Genggam

        

gambar kapak genggam

        Pada tahun 1935, Von Koenigswald menemukan beberapa alat dari batu yang ada di daerah Pacitan. Alat-alat ini bentuknya menyerupai kapak, akan tetapi tidak bertangkai, sehingga menggunakan kapak tersebut dengan cara digenggam. Merupakan peninggalan jaman Palaeolithikum yang ditemukan pertama kali oleh Von Koenigswald tahun 1935 di Pacitan dan diberi nama dengan kapak genggam, karena alat tersebut serupa dengan kapak, tetapi tidak bertangkai dan cara mempergunakannya dengan cara menggenggam.  Kapak genggam terkenal juga dengan sebutan kapak perimbas, atau dalam ilmu prasejarah disebut dengan chopper artinya alat penetak. Berdasarkan penelitian yang intensif yang dilakukan sejak awal tahun 1990, dan diperkuat dengan adanya penemuan terbaru tahun 2000 melalui hasil ekskavasi yang dilakukan oleh tim peneliti Indonesia-Perancis diwilayah Pegunungan Seribu/Sewu maka dapat dipastikan bahwa kapak genggam/Chopper dipergunakan oleh manusia jenis Homo Erectus.

 

2)    Kebudayaan Ngandong  

Ngandong merupakan nama dari salah satu daerah yang terletak didekat Ngawi, Madiun, Jawa Timur. Di daerah Ngandong dan Sidorejo ini banyak ditemukan alat-alat yang berasal dari tulang serta alat-alat kapak genggam dari batu. Alat-alat dari tulang tersebut ini diantaranya dibuat dari tulang binatang dan tanduk rusa. Selain itu, juga ada alat-alat seperti ujung tombak yang bergerigi pada sisisisinya. Berdasarkan penelitian, alat-alat tersebut merupakan hasil kebudayaan dari Homo Soloensis dan Homo Wajakensis. Di dekat Sangiran, dekat dengan Surakarta, ditemukan juga alat-alat yang berbentuk kecil, biasa disebut dengan nama Flakes. Manusia purba telah memiliki nilai seni yang tinggi. Pada beberapa flake, ada yang dibuat dari batu indah, seperti Chalcedon. Perkakas yang ditemukan didaerah Ngandong ini, yaitu :

 

Alat Alat Dari Tulang dan Tanduk



        Di sekitar daerah Ngandong dan Sidorejo dekat Ngawi, Madiun (Jawa Timur) ditemukan kapak genggam dan alat-alat dari tulang dan tanduk. Alat-alat dari tulang tersebut bentuknya ada yang seperti belati dan ujung tombak yang bergerigi pada sisinya. Adapun fungsi dari alat-alat tersebut adalah untuk mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah, serta menangkap ikan.

 

Flakes ( Alat Serpih )

gambar flakes/alat serpih

        Selain alat-alat dari tulang yang termasuk kebudayaan Ngandong, juga ditemukan alat alat lain berupa alat alat kecil terbuat dari batu yang disebut dengan flakes atau alat serpih. Flakes selain terbuat dari batu biasa juga ada yang dibuat dari batu-batu indah berwarna seperti calsedon.  Karena perkakas perkakas tersebut  ditemukan di daerah Ngandong, dikenal secara umum dengan nama Kebudayaan Ngandong. Manusia pendukung kebudayaan ini adalah : Makhluk dari jenis  Pithecanthropus erectus, pithecantropus robustus dan Meganthropus palaeojavanicus. Selanjutnya hidup berbagai jenis homo (manusia) diantaranya Homo soloensis dan Homo wajakensis.

b.    Zaman Batu Madya  ( Mesolithikum )

Zaman Mesolitikum diperkirakan berlangsung pada masa Holosen awal setelah jaman es berakhir. Pendukung kebudayaannya ialah Homo Sapiens yang merupakan manusia cerdas. Untuk penemuannya berupa fosil manusia purba, banyak ditemukan di Sumatra Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Flores. Ciri kebudayaan Mesolithikum tidak jauh berbeda dengan kebudayaan Palaeolithikum, tetapi pada masa Mesolithikum manusia yang hidup pada zaman tersebut sudah ada yang menetap sehingga kebudayaan Mesolithikum yang sangat menonjol dan sekaligus menjadi ciri dari jaman ini yaitu kebudayaan Kjokkenmoddinger dan Abris sous Roche.

1.    Kjokkenmoddinger



        Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya dapur dan modding artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah sampah dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai ketinggian ± 7 meter dan sudah membatu/menjadi fosil. Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur Sumatera yakni antara Langsa dan Medan.

Dari bekas-bekas penemuan tersebut menunjukkan bahwa manusia purba yang hidup pada jaman ini sudah menetap. Tahun 1925 Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya banyak menemukan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan Chopper ( Kapak Genggam Jaman Palaeolithikum  ) .Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble atau kapak Sumatera (Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu di pulau Sumatera.

 

Kapak Genggam Pebble ( Kapak Sumatera )

kapak Sumatera/pebble

Kapak Sumatra (Pebble) Bentuk kapak ini bulat, terbuat dari batu kali yang dibelah dua. Kapak genggam jenis ini banyak ditemukan di Sepanjang Pantai Timur Pulau Sumatera, antara Langsa (Aceh) dan Medan. Bentuk pebble dapat dikatakan sudah agak sempurna dan buatannya agak halus. Bahan untuk membuat kapak tersebut berasal dari batu kali yang dipecah-pecah. Selain pebble yang ditemukan dalam Kjokkenmoddinger juga ditemukan sejenis kapak tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan Hache Courte atau kapak pendek. Kapak ini cara penggunaannya dengan menggenggam. Di antara tumpukan sampah juga ditemukan batu penggiling beserta dengan landasannya yang digunakan sebagai penghalus cat merah. Cat itu diperkirakan digunakan dalam acara keagamaan atau dalam ilmu sihir.

 

2.    Abris Sous Roche

Abris Sous Roche

        Abris sous roche adalah goa-goa yang yang dijadikan tempat tinggal manusia purba pada jaman Mesolithikum dan berfungsi sebagai tempat perlindungan dari cuaca dan binatang buas , dugaan ini muncul dari perkakas seperti ujung panah, flakes, batu penggilingan, alat-alat dari tulang dan tanduk, yang tertinggal di dalam gua. Penyelidikan pertama pada Abris Sous Roche dilakukan oleh Dr. Van Stein Callenfels tahun 1928-1931 di goa Lawa dekat Sampung Ponorogo Jawa Timur. Alat-alat yang ditemukan pada goa tersebut antara lain alat-alat dari batu seperti ujung panah, flakes, batu pipisan, kapak yang sudah diasah yang berasal dari jaman Mesolithikum, serta alat-alat dari tulang dan tanduk rusa.

3)    Sampung Bone Culture

Di antara alat-alat kehidupan yang ditemukan di dalam goa goa  ternyata yang paling banyak adalah alat dari tulang sehingga oleh para arkeolog menyebutnya sebagai  Sampung Bone Culture/kebudayaan tulang dari Sampung. Karena goa di Sampung tidak ditemukan Pebble ataupun kapak pendek yang merupakan inti dari kebudayaan Mesolithikum. Selain di Sampung, Abris Sous Roche juga ditemukan di daerah Besuki dan Bojonegoro Jawa Timur. Penelitian terhadap goa di Besuki dan Bojonegoro ini dilakukan oleh Van Heekeren.

 Kebudayaan Toala

Di Sulawesi Selatan juga banyak ditemukan Abris Sous Roche terutama di daerah Lomoncong yaitu goa Leang Patae yang di dalamnya ditemukan flakes, ujung mata panah yang sisi-sisinya bergerigi dan pebble. Di goa tersebut didiami oleh suku Toala, sehingga oleh tokoh peneliti Fritz Sarasin dan Paul Sarasin, suku Toala yang sampai sekarang masih ada dianggap sebagai keturunan langsung penduduk Sulawesi Selatan jaman prasejarah. Untuk itu kebudayaan Abris Sous Roche di Lomoncong disebut kebudayaan Toala.

Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa jaman Mesolithikum sesungguhnya memiliki 3 corak kebudayaan yang terdiri dari:

a.    Kebudayaan pebble/pebble culture di Sumatera Timur.

b.    Kebudayaan tulang/bone culture di Sampung Ponorogo.

c.    Kebudayaan flakes/flakes culture di Toala, Timor dan Rote.

Kecuali hasil-hasil kebudayaan, di dalam Kjokkenmoddinger juga ditemukan fosil manusia yang berupa tulang belulang, pecahan tengkorak dan gigi, meskipun tulangtulang tersebut tidak memberikan gambaran yang utuh/lengkap, tetapi dari hasil penelitian memberikan kesimpulan bahwa manusia yang hidup pada masa Mesolithikum adalah jenis Homo Sapiens.

Manusia pendukung kebudayaan jaman Mesolithikum adalah ras bangsa Papua Melanosoide nenek moyang dari Suku Irian dan Melanosoid, Sakai, Aeta, dan Aborigin Dengan adanya keberadaan manusia jenis Papua Melanosoide di Indonesia sebagai pendukung kebudayaan Mesolithikum, maka para arkeolog melakukan penelitian terhadap penyebaran pebble dan kapak pendek sampai ke daerah teluk Tonkin Indocina daerah asal bangsa Papua Melanosoide. Dari hasil penyelidikan tersebut, maka ditemukan pusat pebble dan kapak pendek berasal dari pegunungan Bacson dan daerah Hoabinh, di Asia Tenggara. Maka kebudayaan Kapak Genggam Pebble sering disebut juga Kebudayaan Bacson Hoabinh.

 C. Zaman Batu muda  ( Neolithikum )

Zaman Neolitikum merupakan perkembangan jaman dari kebudayaan batu madya. Alat-alat yang terbuat dari batu yang telah mereka hasilkan lebih sempurna dan lebih halus disesuaikan dengan fungsinya. Hasil kebudayaan yang terkenal di jaman Neolitikum adalah jenis kapak persegi dan kapak lonjong. Fase atau tingkat kebudayaan pada jaman prasejarah yang memiliki ciri-ciri berupa unsur-unsur kebudayaan, seperti peralatan yang berasal dari batu yang sudah diasah, pertanian menetap, peternakan, serta pembuatan tembikar, juga merupakan salah satu pengertian dari jaman Neolitikum. Hasil hasil kebudayaan utama dari masa ini antara lain 

 

1)    Kapak persegi 

Kapak Persegi

Nama kapak persegi diberikan oleh Van Heine Heldern atas dasar penampang lintangnya yang berbentuk persegi panjang atau trapesium. Penampang kapak persegi berbentuk persegi panjang atau berbentuk juga trapezium tersedia dalam berbagai ukuran . Kapak persegi yang besar sering disebut dengan nama beliung atau cangkul. Sementara itu, yang berukuran kecil disebut dengan trah (tatah) yang digunakan untuk mengerjakan kayu. Alat-alat tersebut, terutama beliung, sudah diberi dengan tangkai. Daerah persebaran dari kapak persegi ini merupakan daerah Indonesia yang berada di bagian barat, misalnya di daerah Sumatera, Jawa, dan Bali.  

2)    Kapak Batu Chalcedon



Bahan untuk membuat kapak tersebut selain dari batu biasa, juga dibuat dari batu api/chalcedon. Kemungkinan besar kapak yang terbuat dari calsedon hanya dipergunakan sebagai alat upacara keagamaan, ajimat atau tanda kebesaran. Manusia pendukung pada jaman ini adalah Austronesia (austria), Austro-Asia (khamerindocina).

3)        Kapak Lonjong 

kapak lonjong

        Terbuat dari batu yang berbentuk lonjong serta sudah diasah secara halus dan diberi tangkai. Fungsi dari alat ini diperkirakan sebagai kegiatan dalam menebang pohon. Daerah persebaran dari kapak lonjong ini umunya di daerah Indonesia yang terletak di bagian timur, misalnya di daerah Irian, Seram, Tanimbar, dan Minahasa. Sebagian besar kapak lonjong dibuat dari batu kali, dan warnanya kehitamhitaman. Bentuk keseluruhan dari kapak tersebut adalah bulat telur dengan ujungnya yang lancip menjadi tempat tangkainya, sedangkan ujung lainnya diasah hingga tajam. Untuk itu bentuk keseluruhan permukaan kapak lonjong sudah diasah halus. Ukuran yang dimiliki kapak lonjong yang besar lazim disebut dengan Walzenbeil dan yang kecil disebut dengan Kleinbeil, sedangkan fungsi kapak lonjong sama dengan kapak persegi. Daerah penyebaran kapak lonjong adalah Minahasa, Gerong, Seram, Leti, Tanimbar dan Irian. Dari Irian kapak lonjong tersebar meluas sampai di Kepulauan Melanesia, sehingga para arkeolog menyebutkan istilah lain dari kapak lonjong dengan sebutan Neolithikum Papua.

Pada jaman Neolithikum selain berkembang kapak persegi dan kapak lonjong juga terdapat barang-barang yang lain seperti perhiasan, gerabah dan pakaian. Perhiasan yang banyak ditemukan umumnya terbuat dari batu, baik batu biasa maupun batu berwarna/batu permata atau juga terbuat dari kulit kerang . Pakaian yang dikenal oleh masyarakat pada jaman Neolithikum dapat diketahui melalui suatu kesimpulan penemuan alat pemukul kayu di daerah Kalimantan dan Sulawesi Selatan,  kesimpulan tersebut diperkuat dengan adanya pakaian suku dayak dan suku Toraja, yang terbuat dari kulit kayu.

 

D. Zaman Megalithikum ( Batu Besar ) 

 Berdasarkann bahasa Yunani, kata Megalitikum dapat dibagi menjadi kata "Mega" yang berarti besar dan "Lithos" yang berarti batu. Perkembangan jaman batu besar atau jaman Megalitikum diperkirakan sudah ada sejak jaman batu muda hingga jaman logam. Kebudayaan Megalitikum merupakan jaman dimana alat yang dihasilkan berupa bangunan batu besar,  pada umumnya diperuntukan bagi tempat beribadah pada arwah  nenek moyang dalam system

kepercayaan Animisme dan Dinamisme .Kebudayaan ini merupakan kelanjutan dari jaman Neolitikum karena dibawa oleh bangsa Deutero Melayu yang dating di Nusantara. Kebudayaan ini berkembang bersama dengan kebudayaan logam di Indonesia, yakni kebudayaan Dongson.  Bentuk peninggalan peninggalan jaman Megalitikum tersebut terbuat dari batu besar yang pembentukannya sesuai dengan kepentingan upacara tertentu. Maka dari itu hasil kebudayaan jaman Megalitikum memiliki maknanya masing masing. Berikut beberapa hasil budaya pada jaman batu besar yaitu diantaranya:

1)    Menhir 

menhir

            Menhir merupakan tugu atau tiang yang berasal dari batu dan dibangun sebagai lambang atau tanda peringatan kepada arwah nenek moyang. Selain itu Menhir juga digunakan untuk mengikat binatang korban persebahan untuk arwah nenek moyang . Untuk itu menhir diletakkan pada tempat tertentu dan dijadikan sebagai benda pemujaan. Hasil budaya jaman batu besar seperti menhir ini berfungsi untuk sarana pemujaan kepada arwah para nenek moyang, serta tempat penampung roh roh yang datang dan tempat memperingati kepala suku atau seseorang yang sudah meninggal. daerah penemuannya di Sumatera Selatan dan Kalimantan.

 

2)  Dolmen 

dolmen

            Dolmen merupakan meja batu besar yang memiliki permukaan rata. Kegunaan dolmen ialah untuk tempat meletakkan roh, tempat duduk ketua suku agar memperoleh

berkat magis para leluhur dan tempat meletakkan sesaji. Hasil kebudayaan jaman Megalitikum ini memiliki alas yang berbentuk lempengan batu besar dengan permukaan datar, kemudian diberikan empat batu panjang sebagai penyangganya.

 

3) Punden Berundak Undak   


        Merupakan bangunan bertingkat dengan tanjakan kecil sebagai tempat memuja roh para nenek moyang. Masing masing tingkat pundek berundak biasanya dibuat menhir. Hasil kebudayaan jaman Megalitikum ini bernama pundek berundak karena bangunannya berbentuk tumpukan batu bertingkat yang menyerupai anak tangga serta paling atas atau bagian tertinggi digunakan sebagai tempat paling suci.  Punden berundak biasanya didirikan di daerah dataran rendah yang tidak berpegunungan maka mereka membuat bangunan tinggi semacam gunung yang dipuncaknya bersamayam arwah nenek moyang sesuai kepercayaan Animisme. Pada perkembangannya Punden Berundak digunakan sebagai dasar pembuatan keraton, candi dan sebagainya. 

4) Kubur Peti Batu 


            Merupakan peti jenazah jaman batu besar yang dipendam dalam tanah. Bentuk kubur batu ini ialah persegi panjang dengan alas, sisi dan tutupnya yang berasal dari batu kemudian disusun menjadi sebuah peti. Penemuan kubur batu ini terdapat di daerah Kuningan, Jawa Barat.

 5.  Waruga    


        Merupakan kubur batu yang bentuknya bulat atau kubus dengan tutup menyerupai atap rumah. Waruga memiliki fungsi dan bentuk yang hampir sama dengan sarkofagus. Namun posisi mayat ditempatkan dalam keadaan jongkok terlipat. Hasil kebudayaan zaman Megalitikum seperti waruga ini penemuannya berada di daerah Minahasa.

 6) Sarkofagus 

sarkofagus

            Merupakan peti jenazah yang bentuknya menyerupai lesung, namun memiliki tutup dibagian atasnya. Sarkofagus dibuat menyerupai lesung batu namun bentuknya keranda. Hasil kebudayaan pada jaman batu besar ini ditemukan di daerah Bali.

 

7) Patung atau Arca

Hasil kebudayaan jaman batu besar selanjutnya ialah patung atau arca. Patung atau arca merupakan bangunan berbentuk manusia atau binatang yang terbuat dari batu sebagai simbol pemujaan dan lambang nenek moyang. Bentuk peninggalan zaman Megalitikum tersebut penemuannya terdapat di daerah pegunungan wilayah Bengkulu dengan Palembang atau lebih tepatnya di Dataran Tinggi Pasemah.

Van Heine Geldern dan Dr. Van der Hoop adalah orang orang yang melakukan penyelidikan di daerah Pasemah. Di Indonesia, kebudayaan megalitikum berdasarkan pendapat Van Heine Geldern dapat dibagi menjadi dua golongan/penyebaran seperti:

1)    Megalitikum tua yang penyebarannya pada jaman Neolotikum di Indonesia tahun 2500 - 1500 SM. Hasil kebudayaan jaman megalitikum tua dapat berupa punden berundak, arca statis dan menhir. Hasil kebudayaan pada jaman batu besar ini dipengaruhi oleh kebudayaan kapak persegi.

2)    Megalitikum muda yang penyebarannya pada jaman Perunggu di Indonesia tahun 1000 - 100 SM. Hasil kebudayaan jaman batu besar ini dapat berupa arca, kubur peti batu, waruga, sarkofagus dan dolmen. Hasil kebudayaan pada jaman Megalitikum ini dipengaruhi oleh kebudayaan Dongson atau kebudayaan Deutro Melayu.

 

2.    Zaman logam ( Zaman Perundagian )

Secara harafiah, perundagian berasal dari kata undagi yang berarti seseorang yang ahli dalam

melakukan pekerjaan tertentu. Pada masa ini, kehidupan masyarakat boleh dibilang telah berada di tahap yang lebih maju, lantaran sudah memiliki keterampilan untuk membuat alat-alat dari bahan perunggu. Adapun alat-alat tersebut nantinya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Baik untuk bertani, berburu ataupun melakukan upacara tertentu.

Hasil budaya pada jaman logam diperoleh dari pengaruh kebudayaan Dongson Vietnam sehingga mereka dapat memperoleh kepandaian dalam mengolah logam tersebut. Meskipun pada masa ini telah terdapat hasil kebudayaan jaman logam seperti alat alat dari logam, namun untuk keperluan sehari hari mereka tetap menggunakan gerabah maupun alat alat batu lainnya.

Pada jaman Logam orang sudah membuat alat-alat dari logam selain alat-alat dari batu. Orang sudah mengenal teknik melebur logam dan mencetaknya menjadi peralatan. Teknik pembuatan alat logam ada dua macam, yaitu dengan cetakan batu yang disebut bivalve dan dengan cetakan tanah liat dan lilin yang disebut a cire perdue. Kelebihan teknik bivalve dari a cire perdue adalah dapat digunakan berkali kali.

Zaman logam terbagi lagi menjadi 3 : jaman besi, tembaga, dan perunggu. Indonesia hanya mengalami jaman perunggu dan jaman besi. Pada jaman ini, manusia mengalami masa perundagian, karena manusia sudah banyak yang menghasilkan berbagai kerajinan tangan, yang terbuat dari logam. Manusia sudah mengenal teknik melebur logam, mencetaknya menjadi alat yang diinginkan. Teknik pembuatan alat logam ada dua macam, yaitu dengan cetakan batu yang disebut bivalve dan dengan cetakan tanah liat dan lilin yang disebut a cire perdue.

 

a. Zaman Perunggu

Perunggu adalah jenis logam yang berasal dari campuran tembaga dengan timah putih. Pada jaman perunggu ini, masyarakatnya dapat menciptakan dua macam benda seperti benda untuk kepentingan upacara keagamaan dan untuk keperluan sehari hari. Adapun hasil kebudayaan pada jaman logam ini yaitu diantaranya:

1)    Nekara Perunggu

Adalah benda semacam genderang besar dengan pinggang pada bagian tengahnya dan bagian atas tertutup serta pembuatannya berasal dari perunggu. Fungsi dari nekara adalah untuk simbol status sosial dan sarana upacara, baik upacara kematian ataupun kesuburan. Selain itu nekara juga berfungsi untuk memanggil hujan dan memanggil roh leluhur agar turun kedunia memberikan berkatnya. Hal ini terlihat dalam beberapa nekara yang memiliki hiasan tertentu.

 

2) Kapak Corong atau Kapak Sepatu

kapak corong


 
           Merupakan hasil kebudayaan jaman logam pada masa perunggu, yang terbuat dari hasil proses mencetak logam  melalui tekhnik bilvolve maupun a cire perdue, kemudian diasah dimana kemampuan mengasah sudah mereka kuasai sejak jaman Neolithikum. Sehingga karena terbuat dari logam yang diasah memungkinkan bagian penampang Kapak Corong tajam dan bisa digunakan untuk membalik tanah layaknya cangkul, luku maupun tractor seperti yang digunakan oleh masyarakat modern sekarang, itu mengandung arti cara bercocoktanam pada masa ini adalah bercocoktanam dengan tekhnik bersawah .

Kapak corong memiliki bagian tanggkai menyerupai corong dan bagian tajamnya menyerupai kapak batu. Bagian corong berguna untuk tempat pemasangan tangkai kayu yang menyiku menyerupai bentuk kaki. Maka dari itu kapak corong dapat dinamakan dengan kapak sepatu. Hasil kebudayaan pada jaman logam seperti kapak corong ini memiliki ukuran dan bentuk yang beraneka ragam. Ada yang memiliki bagian tajam melengkung panjang (candrasa) maupun lurus. Kemudian bagian tangkainya ada yang terbelah dua menyerupai ekor burung pada layang layang, ada yang lurus maupun melengkung. Fungsi kapak corong pada jaman perunggu ialah untuk mencangkul. Sedangkan kegunaan kapak corong kecil ialah untuk mengerjakan kayu. Adapula kapak corong dengan bagian tajam melengkung panjang yang berguna untuk tanda kebesaran kepala suku ataupun untuk upacara.  Hasil budaya pada jaman logam seperti kapak corong ini biasanya dihiasi dengan beberapa pola hiasan jika digunakan untuk upacara. Penemuan kapak corong tersebut berada di Kepulauan Selayar, Sumatra Selatan, dekat Danau Sentani Papua, Jawa Bali, dan Sulawesi Tengah.

 

2)    Bejana Perunggu 



Merupakan hasil kebudayaan jaman logam pada masa perunggu. Bejana perunggu ialah benda yang bentuknya menyerupai gitar Spanyol namun tidak memiliki tangkai. Bejana perunggu ini mempunyai pola hiasan yang menyerupai huruf J dan hiasan anyaman. Para ahli di Indonesia menemukan bejana perunggu di daerah Sumatra dan Madura. Penemuan hasil kebudayaan pada jaman logam seperti bejana ini berada di daerah Pnom Penh, Kamboja.

Hasil peninggalan jaman perunggu ini menjadi bukti bahwa kebudayaan logam di Indonesia tergolong dalam satu kebudayaan logam Asia yang pusatnya terdapat di Dongson. Maka dari itu di Indonesia terdapat kebudayaan jaman perunggu yang disebut dengan kebudayaan Dongson. Kebudayaaan jaman perunggu merupakan hasil asimilasi dari antara masyarakat asli Indonesia ( proto melayu ) dengan bangsa mongoloid sehingga membentuk ras  deutro melayu ( melayu muda ).

 

B. Zaman Besi  

Pada zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi alat-alat yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik peleburan tembaga maupun perunggu sebab melebur besi membutuhkan panas yang sangat tinggi, yaitu ±3500 °C. Alat besi yang banyak ditemukan di Indonesia berupa alat keperluan sehari – hari seperti pisau, sabit, mata kapak, pedang, dan mata tombak. Pembuatan alat besi memerlukan tehnik khusus yang mungkin hanya dimiliki oleh sebagian anggota masyarakat, Yakni golongan undagi.

Alat-alat besi yang dihasilkan antara lain: Mata Kapak bertungkai kayu, Mata Pisau, Mata Sabit, Mata Pedang, Cangkul. Alat-alat tersebut ditemukan di Gunung Kidul (Yogyakarta), Bogor (Jawa Barat), Besuki dan Punung (Jawa Timur).

 

Tekhnik Pembuatan Hasil Kebudayaan Zaman Logam

Hasil kebudayaan zaman logam dapat berupa barang barang perunggu yang pebuatannya menggunakan teknik cetak tuang (teknik a cire perdue) dan teknik dua setangkup (teknik bivalve). Adapun penjelasan mengenai masing masing teknik pembuatan barang dari logam yaitu sebagai berikut:

 

1.    Teknik Cetak Tuang (Teknik a Cire Perdue)

Teknik pembuatan hasil kebudayaan pada jaman logam yang pertama ialah teknik cetak tuang atau teknik a cire perdue. Adapun langkah langkah pembuatan benda logam menggunakan teknik tersebut yaitu meliputi:

a)    Langkah pertama ialah membuat model logam menggunakan lilin dan bahan dasar sesuai keinginan.

b)    Lapisi model lilin menggunakan tanah liat. Setelah tanah liat mengeras kemudian dipanaskan dengan api sehingga dapat mencairkan lilin melalui lubang bawah dibagian modelnya.

c)    Bagian atas model telah dipersiapkan lubang untuk memasukkan cairan logam. Lalu tunggu sampai dingin cairan logamnya.

d)    Kemudian pecahkan model tanah liat setelah logam cairnya dingin. Benda logam yang diinginkan akhirnya telah jadi.

 

Teknik pembuatan hasil budaya pada jaman logam ini memiliki kelebihan dan kekurangannya. Adapun kelebihan teknik cetak tuang yaitu detail dari benda yang diinginkan menjadi lebih sempurna. Sedangkan kekurangan teknik a cire perdue ialah hanya dapat menggunakan cetakan modelnya sekali saja.

 

2.    Teknik Dua Setangkup atau Teknik Bivalve

Teknik pembuatan hasil kebudayaan jaman logam selanjutnya ialah teknik dua setangkup atau teknik bivalve. Adapun langkah- langkah pembuatan benda logam menggunakan teknik tersebut yaitu meliputi:

a)    Langkah pertama membuat cetakan model dengan model yang ditangkupkan.

b)    Setelah itu logam cair dituangkan dalam cetakan tadi.

c)    Lalu saling ditangkupkan kedua cetakan tersebut.

d)    Tunggu sampai logam dingin sehingga dapat dibuka cetakannya.

e)    Benda logam yang dibuat telah jadi.

            Teknik pembuatan hasil kebudayaan pada jaman logam ini memiliki kelebihan dan kekurangannya. Adapun kelebihan teknik dua setangkup yaitu dapat menggunakan cetakannya berulang kali. Sedangkan kekurangan teknik bivalve ialah benda logam yang telah jadi terdapat rongga di dalamnya sehingga bendanya tidak terlalu kuat.

 

PERKEMBANGAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PRA-AKSARA BERDASARKAN CORAK KEHIDUPANNYA

Tahukah kalian bagaimana masyarakat praaksara mempertahankan kehidupannya ? Berdasarkan hasil penelitian berupa fosil dan artefak diperkirakan manusia praaksara awal mengembangkan pola kehidupan berburu dan meramu, kemudian berlanjut mereka mulai pandai bercocok tanam. Yang mengalami peningkatan mulai dari berkebun, berladang ( berhuma ) sampai akhirnya mereka memiliki kepandaian bertani   ( bersawah ). 

Masa Pra aksara adalah masa dimana belum ditemukannya tulisan. Berdasarkan corak kehidupan masyarakat pra-akasara dibagi menjadi masa hidup berburu dan mengumpulkan makanan, masa bercocok tanam dan beternak, serta masa perundagian atau masa kemahiran teknik.  Corak kehidupan berlangsung dari yang paling sederhana hingga pembuatan alatalat dari logam yang membutuhkan keahlian khusus. Dari awalnya hidup berpindahpindah hingga menetap dengan membuat rumah. Dari yang awalnya hidup dengan cara mengumpulkan makanan hingga menghasilkan makanan sendiri. Masa berburu dan mengumpulkan makanan, kadang juga digunakan istilah meramu makanan, adalah corak kehidupan dasar dari masyarakat pra-aksara. Kehidupan sangat sederhana, tergantug pada alam. Manusia purba berpindah-pindah atau nomaden dari satu tempat ke tempat yang lain untuk mendapatkan makanan (food gathering). Bagaimana… apakah kalian penasaran ingin mengetahui bagaimana perkembangan kehidupan nenek moyang kita dimasa praaksara. ? Silahkan simak penjelasan berikut ini .

 

1.     Corak Kehidupan Manusia Purba Pada Masa Berburu dan Meramu

Masa berburu dan meramu disebut juga dengan masa mengumpulkan makanan (food gathering). Masa berburu dan meramu adalah masa ketika manusia purba untuk mendapatkan makanan dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan yang tersedia dari alam. Manusia purba pada masa ini mempunyai ketergantungan yang besar terhadap Apa yang disediakan oleh alam.

Pada umumnya manusia purba pada masa berburu manusia purba yang tinggal di hutan biasanya berburu binatang antara lain kerbau liar, rusa, gajah , banteng , badak. Sedangkan manusia purba yang hidup di sekitar pantai mereka menangkap ikan dan kerrang. Kegiatan berburu umumnya dilakukan oleh kaum laki-laki, tugas wanita adalah mengumpulkan makanan yang tersedia di alam sekitar seperti ubi, buah-buahan, daundaunan dan kacang kedelai. Masa berburu dan meramu diperkirakan berlangsung pada jaman batu tua ( Palaeolithikum ). Pada saat itu perkakas mereka masih terbuat dari batu yang masih utuh dan belum diproses sehingga belum dapat digunakan untuk bercocok tanam.  Berdasarkan pola kehidupannya , maka corak kehidupan masa berburu dan meramu dibagi menjadi 2 tahapan yaitu :

a.    Masa Berburu dan Meramu Tingkat awal

Pada Masa berburu dan meramu tingkat awal ini lingkungan sekitar manusia purba masih liar, banyak gunung berapi yang masih aktif dan kerap Meletus, keadaan bumi pun masih belum stabil seperti sekarang. Manusia purba yang hidup pada masa ini adalah dari Jenis Phitecanthropus dan Homo Wajakensis

 

1)    Pola Kehidupan Ekonomi dan Pola Hunian    

Perkakas yang dipakai oleh masyarakat pada masa berburu dan meramu tingkat awal adalah terbuat dari batu yang masih utuh belum diproses , oleh sebab itu  belum bisa digunakan untuk bercocok tanam. Alat-alat tersebut digunakan untuk memotong daging dan tulang binatang buruan, salah contoh alat itu adalah kapak perimbas. Kapak perimbas adalah sejenis kapak yang terbuat dari batu dan tidak mempunyai tangkai, perkakas ini belum dapat digunakan untuk bercocoktanam. sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mereka mengumpulkan bahan makanan dari alam dan mengolahnya ( Food gathering ), maka dapat dikatakan kehidupan mereka sangat bergantung pada alam, jika bahan makan di daerah sekitar mereka habis maka mereka akan pindah ke daerah lain yang masih banyak tersedia bahan makanan baik tumbuhan yang bisa mereka petik maupun hewan yang bisa mereka buru. Kondisi tersebut mendorong mereka untuk melakukan pola kehidupan berpindah ( Nomaden ).

 

2)    Sistem Kemasyarakatan Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan

Masyarakatnya hidup berkelompok-kelompok dalam jumlah yang kecil. Tetapi hubungan antara kelompoknya sudah erat karena mereka harus bersama-sama menghadapi kondisi alam yang berat, sehingga sistem kemasyarakatan yang muncul pada masa tersebut sangat sederhana. Sekitar 90 persen waktu dihabiskan untuk mencari makan. Manusia tinggal dalam kelompok kecil, sekitar 10-15 orang. Hidup berkelompok dan berbagi makanan menguatkan hubungan antarmanusia dan membuat bertahan hidup lebih mudah. Lakilaki bertugas berburu. Sementara perempuan bertugas mengolah makanan, mengurus anak, dan mengajari anak cara meramu makanan 

 

3)    Ciri-ciri kehidupan pada masa berburu dan meramu tingkat awal

antara lain:      

1)    Manusia pada masa ini hidup secara nomaden (tempat tinggal berpindahpindah).

2)    Kebutuhan untuk hidup sangat bergantung pada alam.

3)    Alat-alat bantu yang digunakan dibuat dari batu yang masih kasar.

4)    Meraka belum mengenal bercocok tanam.

 

Apakah kalian tahu kenapa manusia purba hidup secara berpindah-pindah (nomaden)? 

 Ada dua hal yang mempengaruhinya yaitu :

1)    Pergantian musim, pada saat musim kemarau menyebabkan hewan buruan yang merupakan sumber makanan manusia purba berpindah tempat untuk mencari sumber air yang lebih baik

2)    Umbi-umbian dan binatang buruan di sekitar mulai berkurang

 

b.    Masa Berburu dan Meramu Tingkat Lanjut

Pada masa berburu dan meramu tingkat lanjut ini kehidupan manusia prasejarah sedikit lebih maju daripada masa sebelumnya , namun kehidupan mereka masih tergantung kepada alam. Beberapa contoh alat yang digunakan pada masa ini antara lain kapak perimbas, alat serpih ( flakes )  dan alat alat dari tulang dan tanduk rusa.

Masa berburu dan meramu tingkat lanjut ini diperkirakan berlangsung pada masa Messolithikum , yang ditandai dengan terjadinya perubahan tradisi yang semula mengumpulkan makan ( food gathering ) menuju menghasilkan sendiri bahan makanannya        ( food Producing ), namun belum sepenuhnya mereka dapat memenuhi seluruh kebutuhan makanan mereka karena perkakas mereka yaitu Kapak Genggam Pebble hanya bisa digunakan untuk menggembur gemburkan tanah denagnbercocok tanam dengan cara berkebun. 

Pada masa Messolithikum perkakas mereka masih terbuat dari batu yang diproses sederhana yaitu dengan membelahnya menjadi dua bagian yang memiliki sisi sisi yang tajam sehingga sudah dapat digunakan untuk bercocok tanam secara terbatas yaitu dengan berkebun. 

 

1)    Pola kehidupan Ekonomi dan Pola Hunian

Masarakat pada masa berburu dan meramu tingkat lanjut sudah bercocoktanam sederhana dengan cara berkebun. Dari hasil kebun ini mereka dapat memenuhi sebagian kebutuhan makanannya  , ditambah dengan mereka juga harus memenuhi sebagian lagi kebutuhan makanan mereka dari berburu dan meramu. Sehingga karena mereka sudah berkebun maka tentu mereka harus menunggui hasil kebunnya , hal ini mendorong mereka untuk menjalankan pola kehidupan menetap sementara ( semi sedenter ). Pola bermukim mereka mulai berubah dari nomaden menjadi semisedenter karena ketika masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut telah mampu mengumpulkan makanan dalam jumlah yang cukup banyak dari hasil berkebunnya , mereka mulai lebih lama mendiami suatu tempat. Namun karena mereka masih harus memenuhi sebagian kebutuhan makanan mereka dari berburu, maka jika bahan makan di alam sekitar mereka sudah habis , mereka akan berpindah tempat ( nomaden ), kemudian menetap lagi untuk beberapa waktu.

Kemudian pengetahuan mereka berkembang untuk menyimpan dan mengawetkan makanan. Daging binatang buruan diawetkan dengan cara dijemur setelah terlebih dahulu diberi ramuan. Mereka bertempat tinggal di gua-gua (abris sous roche). Mereka memilih gua yang letaknya cukup tinggi di lereng-lereng bukit untuk melindungi diri dari iklim dan binatang buas. Gambar : Goa Liang Bua, bekas tempat tinggal masyarakat pada masa Berburu dan Meramu tingkat lanjut Dengan demikian maka dapat dikatakan masa kehidupan berburu dan meramu tingkat lanjut di jaman Messolithikum ini sering disebut sebagai masa peralihan dalam kehidupan manusia praaksara yaitu peralihan dari food gathering menuju food producing .

 

2)    Sistem Kemasyarakatan

Masyarakat berburu dan meramu tingkat lanjut telah mengenal pembagian kerja. Kegiatan berburu banyak dilakukan oleh kaum laki-laki. Kaum wanita yang tidak banyak terlibat dalam kegiatan perburuan, lebih banyak di sekitar gua-gua tempat tinggal mereka.

 

3) Sitem Kepercayaan     

Pada masyarakat berburu dan meramu diduga telah muncul kepercayaan. Buktinya adalah dengan ditemukannya bukti-bukti tentang penguburan yang ditemukan di Gua Lawa, Sampung, Ponorogo, Jawa Timur;Gua Sodong, Besuki, Jawa Timur; dan Bukit Kerang, Aceh Tamiang, Nangroe Aceh Darussalam. Dari mayat-mayat yang dikuburkan tersebut ada yang ditaburi dengan cat merah. Diperkirakan cat tersebut berhubungan dengan upacara penguburan yang maksudnya adalah untuk membuktikan kehidupan baru di alam baka. Di dinding-dinding Gua Leang Pattae, Sulawesi Selatan ditemukan lukisan cap-cap tangan dengan latar belakang cat merah. Menurut para ahli hal tersebut mungkin mengandung arti kekuatan atau simbol kekuatan pelindung untuk mencegah roh-roh jahat. Ada beberapa gambar jari yang tidak lengkap. Gambar tersebut dianggap sebagai tanda adat berkabung.                   

Ciri-ciri kehidupan pada masa berburu dan meramu tingkat lanjut antara     lain :    

1.    Manusia purba yang tinggal dekat dengan pantai mencari makanan di laut yang kemudian meninggalkan sampah dapur bekas sisa sisa makanan atau disebut juga Kjokenmoddinger.

2.    Sudah mulai mengenal bercocok tanam namun masih sederhana (berpindahpindah tergantung kesuburan tanah)

3.    Pada masa ini manusia prasejarah hidup secara berkelompok menempati guagua secara semi-sedenter (tinggal cukup lama di suatu tempat). Gua-gua yang dihuni umumnya pada bagian atasnya dilindungi karang atau disebut juga Abris Sous Roche.

4.    Pembagian tugas yaitu pria bertugas berburu dan wanita bertugas bercocok tanam.

 

2.   Corak Kehidupan Manusia Purba Pada Masa Bercocok Tanam

a. Masa Bercocok Tanam Tingkat Awal

Mari kita simak kehidupan nenek moyang kita selanjutnya.

1.    Pola Kehidupan Ekonomi dan Pola Hunian

Selain bercocok tanam manusia purba juga memenuhi kebutuhan hidupnya dari beternak hewan hewan yang dulu mereka buru, sekarang mereka ternakan.  Masa bercocok tanam ini diperkirakan berlangsung  sejak  Jaman Neolithikum. Pendukung kebudayaan kehidupan pada jaman ini adalah sudah dari jenis homo sapiens ( makhluk cerdas ) yang berasal dari rumpun Melayu.

 

Pada Zaman ini terjadi perubahan besar dalam pola kehidupan masyarakat purba, yaitu perubahan dalam cara mereka memenuhi kebutuhan hidupnya dari berburu dan mengumpulkan makan ( food gathering )  menjadi menghasilkan bahan makanan ( food producing ) dan perubahan dalam pola huniannya dari berpindah pidah tempat ( nomaden ) menjadi menetap ( sedenter ) . 

Perubahan tersebut dipengaruhi oleh perkakas yang mereka miliki saat itu yaitu Kapak Persegi dan Kapak Lonjong  yang dihasilkan  dari proses mengasah batu yang mereka gunakan sebagai perkakas karena mereka sudah memiliki kepandaian mengasah                  ( mengupam ).   Dengan diasah maka perkakas mereka sudah lebih tajam dari perkakas sebelumnya sehingga sudah bisa digunakan untuk menggali tanah untuk berladang.

Selain berladang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mereka juga mengembangkan kegiatan berternak. Hewan hewan yang dulu mereka buru pada saat ini telah mereka ternakan.  

Pola kehidupan berladang dan berternak yang dikembangkan oleh masyarakat pada masa ini mempengaruhi pola hunian mereka. Cara bercocok tanam dengan berladang tentu membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bisa dipanen , sehingga hal ini mendorong mereka untuk memulai pola kehidupan menetap. Apalagi selain sudah bercocok tanam mereka juga sudah berternak sehingga bisa kalian bayangkan tentu tidak mungkin mereka berpindah pindah membawa hewan ternaknya.

 Pada masa bercocok tanam , hutan belukar dimanfaatkan untuk dijadikan ladang dengan menanam tanaman seperti padi, sukun, nangka, jagung, pisang dan lain dengan cara cara tradsisional, sehingga lama kelamaan tanah disekitar tidak subur  dan tidak dapat ditanami lagi sehingga mengharuskan mereka berpindah mencari tanah lain yang lebih subur , sistem bercocok tanam seperti ini sering disebut Sistem ladang berpindah ( berhuma ). Kegiatan seperti ini masih sering dijumpai di Indonesia seperti di pedalaman Papua dan Kalimantan

 

3)    Sistem Kemasyarakatan  

Kehidupan masyarakat pada masa bercocok tanam mengalami peningkatan cukup pesat. Masyarakat praaksara pada saat itu telah memiliki tempat tinggal yang tetap. Mereka memilih tempat tinggal pada suatu tempat tertentu. Hal ini dimaksudkan agar hubungan antarmanusia di dalam kelompok masyarakat semakin erat. Eratnya hubungan antar manusia di dalam kelompok masyarakat merupakan cermin bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa anggota masyarakat lain.

Kehidupan sosial yang dilakukan oleh masyarakat pada masa bercocok tanam ini terlihat dengan jelas melalui cara bekerja dengan bergotong royong. Setiap pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat selalu dilakukan dengan cara bergotong royong, diantaranya pekerjaan bertani, merambah hutan, berburu, membangun rumah, dan lainlain. Cara hidup bergotong royong itu merupakan salah satu ciri kehidupan masyarakat yang bersifat agraris. Kegiatan gotong royong hingga saat ini masih tetap dipertahankan terutama di daerah pedesaan.

Dalam kehidupan masyarakat bercocok tanam sudah terlihat peran pemimpin (primus inter pares). Gelar primus inter pares di Indonesia adalah ratu atau datu(k) artinya orang terhormat dan yang patut dihormati karena kepemimpinannya, kecakapannya, kesetiaannya, pengalamannya, dan lain-lain.

 

3,   Sistem Kepercayaan 

Kepercayaan masyarakat pada masa bercocok tanam mengalami perkembangan. Mereka telah mempunyai konsep tentang alam dan kehidupan setelah kematian. Mereka percaya bahwa roh seseorang tidak lenyap pada waktu meninggal. Penghormatan terhadap nenek moyang atau kepala suku yang diagungkan tidak berhenti pada waktu kepala suku telah meninggal. Penghormatan terus berlanjut menjadi sebuah pemujaan.  

Kepercayaan tersebut diwujudkan dalam berbagai upacara keagamaan, seperti persembahan kepala leluhur dan upacara penguburan mayat yang dibekali dengan benda miliknya. Mereka percaya bahwa roh nenek moyang selalu mengawasi mereka. Oleh karena itu, mereka selalu meminta perlindungan dari ancaman kelompok lain, binatang buas, dan ancaman dari adanya wabah penyakit.

Sistem kepercayaan masyarakat praaksara telah mendorong berkembangannya kepercayaan animisme dan dinamisme. Kepercayaan animisme merupakan sebuah sistem kepercayaan yang memuja roh nenek moyang, sedangkan menurut kepercayaan dinamisme ada benda-benda tertentu yang diyakini memiliki kekuatan gaib, sehingga benda tersebut sangat dihormati dan dikeramatkan. Contohnya yaitu kapak yang dibuat dari batu chalcedon (batu indah) dianggap memiliki kekuatan. Dengan demikian kepercayaan masyarakat prasejarah adalah Animisme dan Dinamisme. 

 

Ciri ciri kehidupan pada masa bercocok tanam dan berternak adalah antara lain :

1)    Tekhnologi dalam menghasilkan perkakas untuk memenuhi kebutuhan mereka telah berkembang  dengan dihasilkannya Kapak Lonjong dan Kapak Persegi  terbuat dari batu  yang telah diasah

2)    Pada masa ini manusia sudah menetap di suatu wilayah secara berkelompok , hal ini dipengaruhi oleh pola kehidupan ekonomi mereka yang sudah bercocok tanam dan berternak sehingga tidak memungkinkan mereka untuk berpindah pindah.

3)    Sudah terdapat pola pembagian kerja akibat kegiatan bercocoktanam yang mereka kembangkan membutuhkan waktu dan perhatian yang lebih focus, maka ada diantara mereka yang berprofesi sebagai petani, adapula yang berprofesi sebagai pembuat perkakas yang dibutuhkan dalam kegiatan pertanian seperti Kapak Lonjong, Kapak Persegi, Tembikar dll  

4)    Sudah mengenal sistem perdagangan dengan cara barter yaitu perdagangan yang dilakukan dengan cara tukar menukar antara barang dengan barang, hal ini terjadi dipengaruhi oleh telah adanya pembagian kerja pada saat itu

5)    Sudah menguasai ilmu astronomi yang mereka gunakan saat mereka berpindah dari daratan Yunan ke wilayah kepulauan nusantara akibat kondisi bumi yang sudah terbentuk sempurna ( jaman Holosen ). Sarana transportasi ini juga digunakan oleh masyarakat purba yang menetap di wilayah perairan.

 

b,  Masa Bercocok Tanam Tingkat Lanjut ( Masa Perundagian )

Perundagian berasal dari kata Undagi, yang artinya sama dengan tukang atau seseorang yang memiliki keterampilan atau ahli dalam melakukan pekerjaan tertentu. Masyarakat perundagian adalah masyarakat dimana masing-masing orang bekerja sesuai dengan keterampilannya masing-masing. Itu berarti, spesialisasi kerja sudah sangat maju pada masa ini. Zaman ini dimulai sekitar 10.000 tahun yang lalu.

Pada masa ini , manusia purba sudah mengenal bijih logam. Mereka sudah lebih berpengalaman sehingga dapat mengenali bijih-bijih logam yang dijumpai meleleh di permukaan tanah. Bijih logam yang ditemukan terutama berasal dari tembaga. Kemudian mereka membuat alat-alat yang diperlukan dari bahan bijih logam yang ditemukan.

 

1)    Pola Kehidupan Ekonomi dan Pola Hunian

Masa perundagian memiliki peran penting dalam perkembangan sejarah di Indonesia, hal ini dikarenakan pada masa ini hubungan antar daerah-daerah di sekitar kepulauan Indonesia sudah terjalin.  Masa ini ditandai dengan adanya keterampilan untuk membuat alat-alat dari bahan perunggu. Alat tersebut berupa alat yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti peralatan bertani , peralatan upacara, dan peralatan berburu. 

Kepandaian membuat perkakas dari logam juga berpengaruh terhadap perkakas yang mereka gunakan untuk bercocok tanam, saat ini mereka menggunakan kapak yang terbuat dari logam  yaitu Kapak Corong . Kapak Corong adalah logam yang diasah , kemampuan mengasah yang di jaman Neolithikum mereka terapkan pada batu di zaman ini mereka terapkan pada Logam sehingga menghasilkan kapak yang lebih tajam dari jaman sebelumnya. Dengan Kapak Corong yang tajam ini mereka bisa menggunakan untuk membalik tanah seperti halnya fungsi cangkul, luku atau tractor pada jaman modern sekarang. Dapat dikatan Kapak Corong adalah prototype dari cangkul, sehingga pada masa ini mereka mengembangkan pola bercocoktanam dengan tekhnik bersawah.

Sistem pertanian yang dikenal oleh masyarakat prasejarah pada awalnya adalah perladangan/huma, yang hanya mengandalkan pada humus, sehingga bentuk pertanian ini wujudnya berpindah tempat Selanjutnya masyarakat mulai mengembangkan system persawahan, sehingga tidak lagi bergantung pada humus , dan berusaha mengatasi kesuburan tanahnya melalui kegiatan pengolahan tanah, irigasi dan pemupukan.  Sehingga pada masa ini mata pencaharian utama masyarakat adalah bertani yang dilakukan secara lebih teratur dan maju yaitu dengan menggunakan sistem pengairan dan sistem terasering dalam membuat sawah sawah. Kemakmuran masyarakat dapat dilihat dari telah berkembangnya teknik pertanian, hal ini mengakibatkan sektor pertanian mengalami perkembangan yang pesat dan berdampak pada kemajuan perekonomian. Kemajuan perekonomian ditandai dengan berkembangnya perdagangan.

Aspek teknologi merupakan unsur yang penting pada masa perundagian dalam kaitannya dengan perkembangan ekonomi, terutama ketika teknik peleburan logam untuk membuat perkakas telah dikenal. Selain itu juga teknologi untuk membuat gerabah juga mengalami perkembangan. Perkembangan tersebut dapat dilihat dari semakin kompleks dan beragam bentuk maupun motif hiasanya. Peternakan pada zaman ini juga telah maju, hal ini dapat dibuktikan dengan banyak ditemukan tulang hewan seperti kerbau, kudam babi, anjing dan  unggas di dalam situs- situs pemukiman. 

  

2)    Sistem Kemasyarakatan 

Dengan semakin kompleksnya aktivitas manusia dalam suatu kelompok, maka memerlukan adanya suatu sistem pengawasan, sehingga konsep tentang pimpinan dalam masyarakat semakin terlihat. Pada masa perundagian pola kehidupan perkampungan atau desa-desa mengalami perkembangan semakin besar, karena mulai bersatunya beberapa kampung. Kemunculan perkampungan besar ini disebabkan karena semakin tingginya frekuaensi perdagangan antar perkampungan dalam bentuk barter (tukar menukar barang). Jenis barang yang diperdagangkan pun semakin beraneka ragam karena perdagangan telah mencakup wilayah yang lebih luas bahkan mencakup Asia Tenggara. 

 

3)    Sistem Kepercayaan

Sistem kepercayaan pada masa perundagian kurang lebih sama dengan sistem kepercayaan pada masa sebelumnya yaitu Animisme dan Dinamisme. Kehidupan beragama pada zaman perundagian juga mengalami perkembangan yang pesat, dapat dilihat dari banyaknya bangunan megalitikum yang dibuat sebagai tempat pemujaan dan penghormatan terhadap roh nenek moyang.

 

Berikut ini adalah ciri – ciri kehidupan pada masa perundagian, antara lain:

1)    Kehidupan sosial ekonomi masa perundagian telah meningkat dibandingkan dengankehidupan masa sebelumnya. Kemampuan mengolah logam khususnya perunggu dan besi adalah salah satu segi yang membedakan dari masa sebelumnya yang sama sekali belum mengenal logam.

2)    Masyarakatnya sudah teratur.

3)    Dalam masyarakat perundagian terdapat kelompok yang mempunyai keahlian khusus, satu bukti bahwa dalam masyarakat terdapat pembagian kerja yang baik.

4)    Bahan untuk membuat perkakas logam seperti seprunggu, timah, dan besi harus didatangkan dari suatu tempat sehingga terdapat suatu perdagangan yang meliputi berbagai daerah

5)    Kemakmuran pada waktu itu antar lain disebabkan perkembngan tehnik pertanian khusunya alat-alat besi seperti cangkul dll dan merek telah mengenal bersawah.

6)    Kepercayaan, tidak berbeda dengan masa bercocok tanam yang membedakannnya hanyalah upacara-upacara lebih mewah dan lebih rumit, benda yang dipergunakanya lebih indah karena terbuat dari perunggu

 

3,    Pengaruh Hasil Dan  Nilai Budaya masyarakat Praaksara

Pada Masa Sekarang  Nenek moyang bangsa Indonesia telah memiliki konsep konsep umum budaya masa prasejarah yang sangat penting dan bernilai bagi kehidupan masyarakat prasejarah di Indonesia. Konsep-konsep umum dan penting itu hingga kini masih tersebar luas di kalangan masyarakat Indonesia. Seperti hasil penelitian DR. JL. Brandes bahwa sebelum datangnya budaya Hindu Budha dari India sesungguhnya masyarakat Indonesia sudah memiliki dasar dasar kebudayaan yang cukup tinggi. Terdapat 10 unsur pokok kebudayaan asli Indonesia sebelum datangnya budaya dari India, yang menunjukan bahwa nilai-nilai budaya masa prasejarah Indonesia itu masih terpelihara hingga saat ini dalam bentuk kegiatan-kegiatan berikut:

 

a)    Mengenal Astronomi  

Pengetahuan tentang astronomi sangat penting dalam kehidupan mereka terutama pada saat berlayar waktu malam hari. Astronomi juga, penting artinya dalam menentukan musim untuk keperluan pertanian.

b)    Mengatur Masyarakat  

Dalam kehidupan kelompok masyarakat yang sudah menetap diperlukan adanya aturan-aturan dalam masyarakat. Pada masyarakat dari desa-desa kuno di Indonesia telah memiliki aturan kehidupan yang demokratis. Hal ini dapat ditunjukkan dalam musyawarah dan mufakat memilih seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang dipilih itu diharapkan dapat melindungi masyarakat dari gangguan masyarakat luar maupun roh jahat dan dapat mengatur masyarakat dengan baik. Bila seorang pemimpin meninggal, makamnya dipuja oleh penduduk daerah itu.

 

c. Sistem Macapat /Tatanan Kota

Anak anak hebat Indonesia … pernahkah kalian memperhatikan struktur tata kota di daerah tempat tinggal  kalian… ? coba kalian perhatikan apakah di kota kalian terdapat alun alun yang di keempat penjurunya terdapat pusat kantor pemerintahan, rumah ibadah, pasar dan penjara , jika ada maka struktur tata kota di daerah kalian masih menggunakan system tata kota warisan nenek moyang bangsa Indonesia. System tata kota seperti itu disebut macapat

Sistem macapat merupakan suatu tatacara yang didasarkan pada jumlah empat dan pusat pemerintah terletak di tengah-tengah wilayah yang dikuasainya. Pada pusat pemerintahan terdapat tanah lapang (alun-alun) dan di empat penjuru terdapat bangunan-bangunan yang penting seperti keraton, tempat pemujaan, pasar, penjara. Susunan seperti itu masih banyak ditemukan pada kota-kota lama.

 

c.    Kesenian Wayang

Pernah kalian menonton pertunjukan wayang, dan tahukah kalia asal mula diadakannya seni pertunjukan wayang … ?  Munculnya kesenian wayang berpangkal pada pemujaan roh nenek moyang. Jenis wayang yang dipertunjukkan adalah wayang kulit, wayang orang dan wayang  golek (boneka). Cerita dalam pertunjukkan wayang mengambil tema tentang kehidupan pada masa itu dengan tokohnya Semar, Petruk, gareng atau yang sering dikenal sebagai punakawan dan setelah mendapat pengaruh bangsa Hindu muncul cerita Mahabarata dan Ramayana dengan tokoh tokoh dari cerita tersebut seperti Bima , Gatot Kaca, Rama, Shinta dan lain lain. 

 

e. Seni Gamelan  

Seni gamelan menggunakan perangkat alat musik yang terdiri dari satu set peralatan musik terbuat dari logam yang dicetak sedemikian rupa, sehingga menghasilkan bunyi bunyian yang serasi. Penggunaaan perangkat gamelan tersebut merupakan warisan dari jaman logam . untuk mengiringi pertunjukkan wayang dan dapat mengiringi pelaksanaan upacara. 

 

 f. Seni Membatik  

Seni membatik merupakan kerajinan untuk menghiasi kain dengan menggunakan alat yang disebut canting. Hiasan gambar yang diambil sebagian besar berasal dari alam lingkungan tempat tinggalnya. Di samping itu ada seni menenun dengan beraneka ragam corak.

 

g. Seni Logam  

Seni membuat barang- barang dari logam menggunakan teknik a Cire Perdue. Teknik a Cire Perdueadalah cara membuat barangbarang dari logam dengan terlebih dulu membentuk tempat untuk mencetak logam sesuai dengan benda yang dibutuhkan. Tempat untuk mencetak logam sesuai dengan benda yang dibutuhkan. Tempat untuk mencetak logam itu ada yang terbuat dari batu, tanah liat, dan sebagainya. Pada tempat cetakan itu dituang logam yang sudah dicairkan dan setelah dingin cetakan itu dipecahkan, sehingga terbentuk benda yang dibutuhkannya. Barang-barang logam yang ditemukan sebagian besar terbuat dari perunggu.

 

h. Bercocok tanam padi di sawah  

Bercocok tanam sudah menjadi bagian penting bangsa ini sejak dahulu kala. Kemampuan menanam padi dengan tekhnik bersawah sudah dikuasai sejak Zaman Logam dengan dengan dihasilkannya kapak Corong yang memiliki fungsi seperti cangkul . Dapat dikatakan kapak Corong adalah protype dari cangkul. Hal inilah yang menyebabkan indonesia menjadi salah satu negara agraris.

 

i. Mengenal alat tukar dalam perdagangan   

Sebelum mengenal alat tukar seperti uang, emas, perak, masyrakat Indonesia menggunakan sistem barter dalam kegiatan perdagangannya yang dimulai sejak Zaman Neolithikum . Yaitu menukar barang dengan barang.

 j. Memiliki kemampuan yang tinggi dalam pelayaran  

Saat masih duduk di Sekolah Dasar tentu kalian pernah mendengar bahkan menyanyikan lagu "Nenek moyangku seorang pelaut" . Hal tersebut bukan hanya sekedar nyanyian namun memang sejak jaman dahulu nenek moyang bangsa Indonesia sudah mahir dalam mengarungi lautan dengan mengandalkan ilmu astronomi sederhana. Hal ini mereka lakukan untuk melakukan perpindahan dari daratan Yunan , Tiongkok sebagai tempat asal ras Melayu Autronesia ( Deutro Melayu )  yang merupakan nenk moyang bangsa Indonesia pada Jaman Logam . Bukti keberadaan perahu bercadik sebagai alat transportasi nenek moyang bangsa Indonesia juga terdapat pada salah satu relief candi Borobudur

 

KEHIDUPAN MANUSIA PURBA DAN ASAL USUL NENEK MOYANG 

1. Manusia Purba

            Bagaimana cara mengetahui kehidupan manusia yang hidup pada masa awal? Ada dua cara, yaitu melalui sisa-sisa manusia, tumbuhan, dan hewan yang telah membatu atau biasa disebut dengan fosil dan melalui benda-benda peninggalan sebagai hasil budaya manusia, alat-alat rumah tangga, bangunan, artefak, perhiasan, senjata, atau fosil manusia purba yang diketemukan. Kehidupan manusia purba di Indonesia diketahui melalui peninggalan fosil tulang-belulang mereka. Fosil-fosil tersebut meliputi tengkorak, badan, dan kaki.Fosil tengkorak dengan ukuran kapasitas tempurung kepalanya dapat mengungkap-kan sejauh mana kemampuan berpikir mereka dibandingkan dengan kapasitas manusia modern sekarang. Demikian juga dengan bentuk tulang rahang, lengan, dan kaki dapat dibandingkan dengan bentuk tulang yang sama dengan tulang manusia modern sekarang atau dengan jenis kera (pithe). Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa mereka berbeda dengan manusia modern sekarang, namun memiliki tingkat kecerdasan tertentu yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kera. Mereka telah memiliki tingkat kemampuan untuk mengembangkan kehidupan, seperti halnya manusia sekarang walaupun dengan tingkat yang sangat terbatas. Mereka lazim disebut sebagai manusia purba atau manusia yang hidup pada zaman pra-aksara.   Berdasarkan temuan-temuan fosil manusia tersebut, para arkeolog membedakan jenis manusia purba di Indonesia (sejauh yang ada sekarang) ke dalam beberapa jenis. Dari jenis-jenis yang ada para ahli membuat semacam tingkatan perkembangan dari manusia purba yang tertua hingga yang lebih muda, yang didasarkan pada indikator-indikator tertentu. 

 

a. Meganthropus Paleojavanicus


            Meganthropus paleojavanicus (manusia besar tertua dari Jawa) adalah jenis manusia purba yang paling tua (primitif) yang pernah ditemukan di Indonesia (Jawa). Fosil Meganthropus paleojavanicus pertama kali ditemukan oleh arkeolog, von Koenigswald dan Weidenreich antara tahun 1936-1941 di situs Sangiran pada formasi Pucangan. Fosil yang ditemukan antara lain berupa fragmen tulang rahang atas dan bawah serta sejumlah gigi lepas. Hingga saat ini Meganthropus dikategorikan sebagai jenis manusia purba yang terpisah (berbeda) dari Homo erectus. Berdasarkan hasil penemuan fosil-fosilnya para ahli menyimpulkan bahwa Meganthropus paleojavanicus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 
• Hidup pada masa Pleistosen awal 
• Memiliki rahang bawah yang sangat tegap dan geraham yang besar 
• Memiliki bentuk gigi yang homonim 
• Memiliki otot-otot kunyah yang kuat 
• Bentuk mukanya masif dengan tulang pipi yang tebal, tonjolan kening yang mencolok dan tonjolan        belakang kepala yang tajam serta tidak memiliki dagu. 
• Memakan jenis tumbuh-tumbuhan.


b. Pithecanthropus

 


Pithecanthropus (manusia kera) adalah jenis manusia purba yang fosilfosilnya paling banyak ditemukan di Indonesia. Fosil Pithecanthropus pertama kali ditemukan oleh arkeolog dari Belanda, Eugene Dubois pada tahun 1891 di Trinil, Ngawi berupa atap tengkorak dan tulang paha. Berdasarkan temuannya tersebut Dubois menamainya dengan Pithecanthropus erectus (manusia kera yang berdiri tegak). Disamping Pithecanthropus erectus jenis Pithecanthropus lainnya yang ditemukan di Indonesia adalah Pithecanthropus robustus (manusia kera yang besar), dan Pithecanthropus mojokertensis (manusia kera dari Mojokerta). 


c. Homo Sapiens



            Diantara fosil yang berhasil ditemukan di Indonesia adalah jenis Soloensis (dari Solo) dan Wajakensis (dari Wajak, Mojokerto). Secara umum Homo Sapiens memiliki ciri yang lebih progresif dibanding Pithecantropus. 

Secara khusus ia memiliki ciri-ciri berikut: 

a. Volume otak bervariasi antara 1000 – 1450 cc 

b. Otak besar dan otak kecil sudah berkembang (terutama pada bagian kulit otaknya) 

c. Tinggi badan sekitar 130 – 210 cm dengan berat badan  rata-rata 30 – 150 kg.  

d. Tulang dahi dan bagian belakang  tengkorak sudah membulat dan tinggi 

e. Otot tengkuk mengalami  penyusutan 

f. Alat kunyah dan gigi  mengalami penyusutan 

g. Berjalan dan berdiri tegak  

h. sudah lebih sempurna

 

2. Penelitian manusia purba di Indonesia


1. Eugena Dobois

Eugena Dobois

Beliau adalah yang pertama kali tertarik meneliti manusia purba di Indonesia setelah mendapat kiriman sebuah tengkorak dari B.D Von Reitschoten yang menemukan tengkorak di Wajak, Tulung Agung. • Fosil itu dinamai Homo Wajakensis, termasuk dalam jenis Homo Sapien (manusia yang sudah berpikir maju) • Fosil lain yang ditemukan adalah : Pithecanthropus Erectus (phitecos = kera, Antropus Manusia,  Erectus berjalan tegak) ditemukan di daerah Trinil, pinggir Bengawan Solo, dekat Ngawi, tahun 1891. Penemuan ini sangat menggemparkan dunia ilmu pengetahuan.

2. Gustav Heirich Ralp Von Koningswald



Hasil penemuannya adalah : Fosil tengkorak di Ngandong, Blora. Tahun 1936, ditemukan tengkorak anak di Perning, Mojokerto. Tahun 1937 – 1941 ditemukan tengkorak tulang dan rahang Homo Erectus dan Meganthropus Paleojavanicus di Sangiran, Solo. Penemuan lain tentang manusia Purba : Ditemukan tengkorak, rahang, tulang pinggul dan tulang paha manusia Meganthropus, Homo Erectus dan Homo Sapien di lokasi Sangiran, Sambung Macan (Sragen),Trinil, Ngandong dan Patiayam (kudus).

3. Teuku Jacob

        Teuku Jacob

Setelah Indonesia merdeka, penelitian tentang manusia purba dilanjutkan oleh para ahli dari Indonesia, diantaranya adalah Prof. Dr. Teuku Jacob. Ia mengadakan penelitian di desa Sangiran lagi, di sepanjang Sungai Bengawan Solo. Penelitian ini berhasil menemukan tiga belas fosil. Fosil terakhir ditemukan pada tahun 1973 di desa Sambungmacan, Sragen, Jawa Tengah

 

ASAL USUL NENEK MOYANG BANGSA INDONESIA


Asal Usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia. Kapan dan dari mana nenek moyang kita datang merupakan peristiwa penting dalam sejarah Indonesia, karena keberadaan kita di indonesia saat ini perlu kita ketahui. Awal keberadaan manusia di Indonesia menjadi zaman prasejarah yang mempunyai beberapa pendapat berbedabeda bagi para ahli sejarah mengenai asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia. Persebaran berdasarkan penelitian para ahli sejarah akan dibahas disini secara jelas. Untuk itu, silahkan simak penjelasannya disini. 

a.    Pendapat Para Ahli

Beberapa pendapat para ahli tentang asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia antara lain sebagai berikut:

1.    Drs. Moh. Ali.

Drs. Moh, Ali menyatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari daerah Yunan, Cina. Pendapat ini dipengaruhi oleh pendapat Mens yang berpendapat bahwa bangsa Indonesia berasal dari daerah Mongol yang terdesak oleh bangsa-bangsa lebih kuat sehingga mereka pindah ke selatan, termasuk ke Indonesia. Ali mengemukakan bahwa leluhur orang Indonesia berasal dari hulu-hulu sungai besar yang terletak di daratan Asia dan mereka berdatangan secara bergelombang. Gelombang pertama berlangsung dari 3.000 hingga 1.500 SM (Proto Melayu) dan gelombang kedua terjadi pada 1.500 hingga 500 SM (Deutro Melayu). Ciri-ciri gelombang pertama adalah kebudayaan Neolitikum dengan jenis perahu bercadik-satu, sedangkan gelombang kedua menggunakan perahu bercadik-dua.

 

2.    Prof. Dr. H. Kern.

Ilmuwan asal Belanda ini menyatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari Asia. Kern berpendapat bahwa bahasa - bahasa yang digunakan di kepulauan Indonesia, Polinesia, Melanesia, Mikronesia memiliki akar bahasa yang sama, yakni bahasa Austronesia. Kern menyimpulkan bahwa bangsa Indonesia berawal dari satu daerah dan menggunakan bahasa Campa. Menurutnya, nenek-moyang bangsa Indonesia menggunakan perahu-perahu bercadik menuju kepulauan Indonesia. Pendapat Kern ini didukung oleh adanya persamaan nama dan bahasa yang dipergunakan di daerah Campa dengan di Indonesia, misalnya kata “kampong” yang banyak digunakan sebagai kata tempat di Kamboja. Selain nama geografis, istilah-istilah binatang dan alat perang pun banyak kesamaannya. Tetapi pendapat ini disangkal oleh K. Himly dan P.W. Schmidt berdasarkan perbendaharaan bahasa Campa.

3.    Willem Smith .

Melihat asal-usul bangsa Indonesia melalui penggunaan bahasa oleh orang-orang Indonesia. Willem Smith membagi bangsa-bangsa di Asia atas dasar bahasa yang dipakai, yakni bangsa yang berbahasa Togon, bangsa yang berbahasa Jerman, dan bangsa yang berbahasa Austria. Lalu bahasa Austria dibagi dua, yaitu bangsa yang berbahasa Austro Asia dan bangsa yang berbahasa Austronesia. Bangsa-bangsa yang berbahasa Austronesia ini mendiami wilayah Indonesia, Melanesia, dan Polinesia

4.    Prof. Dr. Sangkot Marzuki.

Menyatakan bahwa nenk moyang bangsa Indonesia berasal dari Austronesia dataran Sunda. Hal ini didasarkan hasil penelusuran DNA fosil. Ia menyanggah bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan, karena Homo Erectus atau Phitecantropus Erectus ini tidak ada kelanjutannya pada manusia saat ini. Mereka punah dan digantikan oleh manusia dengan species baru, yang sementara ini diyakini sebagai nenek moyang manusia yang ditemukan di Afrika.

 

5.    Van Heine Geldern.

Pendapatnya tak jauh berbeda dengan Kern bahwa bahasa Indonesia berasal dari Asia Tengah. Teori Geldern ini didukung oleh penemuan-penemuan sejumlah artefak, sebagai perwujudan budaya, yang ditemukan di Indonesia mempunyai banyak kesamaan dengan yang ditemukan di daratan Asia.

 

6.    Prof. Mohammad Yamin

Yamin menentang teori-teori di atas. Ia menyangkal bahwa orang Indonesia berasal dari luar kepulauan Indonesia. Menurut pandangannya, orang Indonesia adalah asli berasal dari wilayah Indonesia sendiri. Ia bahkan meyakini bahwa ada sebagian bangsa atau suku di luar negeri yang berasal dari Indonesia. Yamin menyatakan bahwa temuan fosil dan artefak lebih banyak dan lengkap di Indonesia daripada daerah lainnya di Asia, misalnya, temuan fosil Homo atau Pithecanthropus soloensis dan wajakensis yang tak ditemukan di daerah Asia lain termasuk Indocina (Asia Tenggara).

 

7.    Prof. Dr. Krom.

Menguraikan bahwa masyarakat awal Indonesia berasal dari Cina Tengah karena di daerah Cina Tengah banyak terdapat sumber sungai besar. Mereka menyebar ke kawasan Indonesia sekitar 2.000 SM sampai 1.500 SM.

 

8.    Dr. Brandes

Berpendapat bahwa suku-suku yang bermukim di kepulauan Indonesia memiliki persamaan dengan bangsa-bangsa yang bermukim di daerah-daerah yang membentang dari sebelah utara Pulau Formosa di Taiwan, sebelah barat Pulau Madagaskar; sebelah selatan yaitu Jawa, Bali; sebelah timur hingga ke tepi pantai bata Amerika. Brandes melakukan penelitian ini berdasarkan perbandingan bahasa.

 

9.    Hogen

Menyatakan bahwa bangsa yang mendiami daerah pesisir Melayu berasal dari Sumatera. Bangsa Melayu ini kemudian bercampur dengan bangsa Mongol yang disebut bangsa Proto Melayu (Melayu Tua) dan Deutro Melayu (Melayu Muda). Bangsa Proto Melayu kemudian menyebar di sekitar wilayah Indonesia pada tahun 3.000 hingga 1.500 SM, sedangkan bangsa Deutro Melayu datang ke Indonesia sekitar tahun 1.500 hingga 500 SM.

10. Max Muller

Berpendapat lebih spesifik, yaitu bahwa bangsa Indonesia berasal dari daerah Asia Tenggara. Namun, alasan Muller tak didukung oleh alasan yang jelas.

 

11. Mayundar

Berpendapat bahwa bangsa-bangsa yang berbahasa Austronesia berasal dari India, lalu menyebar ke wilayah Indocina terus ke daerah Indonesia dan Pasifik. Teori Mayundar ini didukung oleh penelitiannya bahwa bahasa Austria merupakan bahasa Muda di India bagian timur.

12. Mens.

Berpendapat bahwa bangsa Indonesia berasal dari bangsa Mongol yang terdesak oleh bangsa bangsa yang lebih kuat, sehingga mereka terdesak ke selatan termasuk kawasan Indonesia. 

13. Sultan Takdir Alisyahbana

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berasal dari melayu karena berdasarkan rumpun bahasa yang memiliki kesamaan.

14. Gorys Kraf

Indonesia kebudayaannya lebih tinggi dari kebudayaan wilayah sekitarnya, yang berarti induknya berasal dari Indonesia.

   15.Harry Truman Simandjutak

Bahwa bahasa yang banyak digunakan di Indonesia berasal dari Bahasa Austronesia yang induknya ada di Pulau Formosa, Taiwan.

 

Nenek moyang bangsa Indonesia meninggalkan daerah Yunan disekitar hulu sungai Salwen dan sungai  Mekhong  yang tanahnya sangat subur diperkirakan karena bencana alam atau serangan dari suku bangsa lain. Alat transfortasi yang digunakan oleh nenek moyang bangsa Indonesia adalah  Perahu Bercadik . Mereka berlayar secara berkelompok tanpa mengenal rasa takut dan menempati berbagai pulau dan  sqalah asatu tempat yang merek pilih adalah nusantara. Hal ini menunjukan bahw nenek moyang bangsa Indonesia adalah pelaut-pelaut yang ulung yang mempunyai jiwakelautan yang  mendalam. 

 

Nenek moyang bangsa Indonesia mempunyai kebudayaan kelautan yaitu sebagai penemu model asli perahu bercadik yang merupakan cirri khas kapal bangsa Indonesia. Orang-orang Austronesia yang memasuki wilayah Nusantara dan kemudian menetap disebut bangsa Melayu Indonesia  Mereka inilah yang menjadi nenek langsung bangsa Indonesia  sekarang. Bangsa Melayu itu dapat dibedakan menjadi dua suku bangsa.

1. Proto Melayu (Bangsa Melayu Tua)

2. Deutero Melayu (Bangsa Melayu Muda)

Peta Jalur Migrasi Proto Melayu & Deutro Melayu

 

b. Proto Melayu 

             Bangsa Melayu Tua adalah orang-orang Austronesia dari Asia yang pertama kali datang ke nusantara pada sekitar tahun 1500 SM. Bangsa Melayu Tua memasuki wuilayah nusantara melalui du jalur, yaitu:

a.      Jalur Barat melalui malaysia –Sumatera

b.      Jalur Utara atau Timur melalui Fhilipina – Sulawesi. 

Bangsa Melayu Tua memiliki kebudayaan yang lebih tinggi dari pada manusia     purba.Kebudayaan bangsa Melayu Tua disebut kebudayaan batu baru atau    neolithikum. Meskipun hampir semua peralatan merek terbuat dari batu.   Pembuatannya sudah dihaluskan. 

Hasil budaya zaman ini yang terkenal adalah kapak persegi yang banyak ditemukan di wilayah Indonesia bagian  Barat ( Sumatera, jawa, Kalimantan,dan Bali ). Menurut penelitian Van  Heekertn di Kalumpang ( Sulawesi Utara ) telah terjadi perpaduan antara tradisi kapak persegi dan kapak lonjong yang dibawa oleh orang-orang Austranesia yang dating dari arah utara atau melalui Fhilipina  dan Sulawesi. Suku bangsa Indonesia yang termasuk anak keturunan bangsa Proto Melayu adalah suku Dayak dan Suku Toraja.

 

c. Deutero Melayu

Pada kurun waktu tahun 400-300 SM adalah gelombang ke dua nenek moyang bangsa  Indonesia dating ke nusantara. Bangsa melayu muda ( Deutero Melayu ) berhasil mendesak dan berasimilsasi dengan pendahulunya, bangsa proto melayu. 

            Bangsa deuteron Melayu memasuki wilayah nusantara melalui jalur Barat mereka menempuh rute dari Yunan ( Teluk Tonkin ), Vietnam, semenanjung Malaysia, dan akhirnya sampai di Nusantara.Bangsa Deutero Melayu memiliki kebudayaan yang lebih maju dibandingkan bangsa Proto Melayu karena mereka telah dapat membuat barang-barang dari perunggu dan besi. Hasil budayanya yang terkenal adalah kapak corong, kapak serpatu, dan nekara. 

Selain kebudayaan logam, bangsa Deutro Melayu juga mengembangkan kebudayaan megalithikum,, misalnya menhir / tugu batu,dolmen / meja batu,sarkopagus/ keranda mayat, kubur batu, dan punden berundak. Suku bangsa Indonesia yang termasuk ketuirunan bangsa Melayu muda adalah suku Jawa dan Melayu dan Bugis.

 

d. Bangsa Primitif

            Sebelum kelompok bangsa melayu memasuki Nusantara sebenarnya telah ada kelompok manusia yang lebih dahulu tinggal di wilayah  tersebut . Mereka termasuk bangsa primitive dengan budayanya yang sangat sederhana.Mereka yang termasuk bangsa primitive adalah;

a.        Manusia Pleistosin ( Purba )

Kehidupan manusia purba ini selalu berpindah tempat dengan kemampuan yang sangat terbatas. Demikian juga dengan kebudayaannnya sehingga corak kehidupannnya manusia purba ini tidak dapat diikuti kembali kecuali beberapa aspek saja. Misalnya teknologinya yang masih sangat sederhana ( Teknologi Paleolitik )

 

b.        Suku Wedoid

Sisa-sisa suku Widoid sampai sekarang masih ada misalnya suku Sakai di Siak serta suku Kubu diperbatasan Jambi dan Palembang. Mreka hidup dari meramu/ mengumpulkan hasil hutan dan berkebudayaan sederhana. Mreka juga sulit sekali menyesuaikan diri dengan masyarakat modern.

 

c.         Suku Negroid

Di Indonesia sudah tidak terdapat lagi sisa-sisa kehidupan suku negroid. Akan tetapi di pedalaman Malayasia dan fhilipina keturunan suku negroid masih ada.Suku yang maasuk suku negroid misalnya suku Semang di Semenanjung malysia dan suku negrito di Filipina.

 

Untuk mengetahui asal nenek moyng bangsa Indonesia, bisa melalui dua cara, yaitu melalui persebaran rumpun dan persebaran bercocok tanam. Merujuk pada bidang linguistik, bahasa yang tersebar di Indonesia termasuk rumpun bahasa Melayu Austronesia. Menurut para ahli, nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan, kesimpulan ini diambil berdasarkan bukti kesamaan artefak prasejarah yang ditemukan di wilayah itu dengan artefak prasejarah di Indonesia. 

Dari artefak yang ditemukan di Yunan, tampak bahwa sekitar 3000 SM masyarakat di wilayah itu telah mengenal bercocok tanam. Daerah Yunan terletak di daratn Asia Tenggara, tepatnya di wilayah Myanmar sekarang. Seoarang ahli sejarah yang mengemukakan pendapat ini adalah Moh. Ali, pendapat Moh. Ali ini didasarkan pada argumen bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari hulu-hulu sungai besar di Asia dan kedatangannya ke Indonesia dilakukan secara bergelombang. Gelombang pertama berlangsung dari tahun 3000 SM-1500 SM dengan menggunakan perahu bercadik satu. Sedangkan gelombang kedua berlangsung antara tahun 1500 SM-500 SM dengan menggunakan perahu bercadik dua. Pendapat Moh. Ali sangat dipengaruhi oleh pendapat dari Mens  bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Monggol yang terdesak ke selatan oleh bangsa-bangsa yang lebih kuat.

No comments:

Post a Comment

KONSEP DASAR SEJARAH

Asal Kata dan Arti Kata serta Istilah Sejarah Dari manakah asal kata sejarah itu? Perkataan sejarah mula-mula berasal dari bahasa Arab “syaj...

Postingan Populer